Suka Filsafat? Masuk Kemari

MAU DOLAR GRATIS? masuk sini

PLATO Yang Baik Yang Trasenden, Idea Sebagai Dasar Moral




I. PENDAHULUAN
Indonesia, sebuah negara yang dikenal luas sebagai negeri jamrud katulistiwa yang santun, toleran dan ramah. Kini, adagium itu semakim memudar sejalan dengan goyahnya adat ketimuran dan seiring dengan membiaknya tindak kekerasan di negeri kita tercinta. Dari, oleh dan untuk siapa kekerasan itu terjadi tak pernah ada dalam alam logika kita sebagai umat yang memegang teguh cinta dan kasih sayang berdasarkan sabda: "cintailah semua orang yang ada di muka bumi, niscaya penduduk langit akan mencintaimu".
Kaum sofis, sekelompok filsuf Yunani jauh sebelum Muhammad saw lahir, bersikeras bahwa etika dan politik tidak bisa dipisahkan. Bagi mereka, etika dan politik adalah dua wajah dari satu keping mata uang yang sama. Bahkan Socrates, guru besar Plato, seteru abadi kaum sofis yang dalam beberapa hal sering berseberangan, kali ini mengamini mereka. Lebih jauh Socrates berpendapat bahwa etika adalah sarana dalam menggapai sofos (hikmah), bahkan ia sendiri adalah the goal, tujuan yang didamba. Ada tiga ajaran pokok dari Plato yaitu tentang idea, jiwa dan proses mengenal.[1]
II. POKOK PEMBAHASAN
Sebagaimana Etika dan Politik, selalu berdampingan dalam adanya, maka di sini pemakalah akan menyampaikan tentang beberapa pemikiran Plato terkait dengan tiga hal tersebut, serta biografi kehidupan Plato yang melatarbelakangi pemikirannya. Yang kami rumuskan dalam pokok pembahasan makalah ini
1. Bagaimana Biografi Plato?
2. Apa Yang Dimaksud Tiga Ajaran Pokok Plato; Tentang Idea, Jiwa Dan Proses Mengenal?
3. Bagaimana Pemikirannya Tentang Etika Dan Politik?
III. PEMBAHASAN
1. Biografi Plato
Filosof Yunani kuno Plato tak pelak lagi cikal bakal filosof politik Barat dan sekaligus dedengkot pemikiran etika dan metafisika mereka. Pendapat-pendapatnya di bidang ini sudah terbaca luas lebih dari 2300 tahun. Tak pelak lagi, Plato berkedudukan bagai bapak moyangnya pemikir Barat.
Plato dilahirkan dari kalangan famili Athena kenamaan sekitar tahun 427 SM. Di masa remaja dia berkenalan dengan filosof kesohor Socrates yang jadi guru sekaligus sahabatnya. Tahun 399 SM, tatkala Socrates berumur tujuh puluh tahun, dia diseret ke pengadilan dengan tuduhan tak berdasar berbuat brengsek dan merusak akhlak angkatan muda Athena. Socrates dikutuk, dihukum mati. Pelaksanaan hukum mati Socrates --yang disebut Plato "orang terbijaksana, terjujur, terbaik dari semua manusia yang saya pernah kenal"-- membikin Plato benci kepada pemerintahan demokratis.
Tak lama sesudah Socrates mati, Plato pergi meninggalkan Athena dan selama sepuluh-duabelas tahun mengembara ke mana kaki membawa.
Sekitar tahun 387 SM dia kembali ke Athena, mendirikan perguruan di sana, sebuah akademi yang berjalan lebih dari 900 tahun. Plato menghabiskan sisa umurnya yang empat puluh tahun di Athena, mengajar dan menulis ihwal filsafat. Muridnya yang masyhur, Aristoteles, yang jadi murid akademi di umur tujuh belas tahun sedangkan Plato waktu itu sudah menginjak umur enam puluh tahun. Plato tutup mata pada usia tujuh puluh.[2]
2. Tentang Idea, Jiwa Dan Proses Mengenal
Di satu sisi Plato masih mempercayai beberapa mitos yang digunakan olehnya untuk mengemukakan dugaan-dugaan mengenai hal-hal adiduniawi. Dan tentunya ia banyak dipengaruhi oleh gurunya, Sokrates dalam pemikirannya.
a. Plato Tentang Idea-Idea
Filsafat Plato yang sampai kepada kita melalui karyanya itu bertitik pangkal pada adanya pertentangan antara Ada dan Menjadi, antara Satu dan Banyak, antara Tetap dan Berubah-ubah. Manakah dari kedua alternatif tersebut dapat dipilih sebagai titik pangkal filsafat yang memang sedang mencari satu asas utama? Manakah dari kedua alternatif itu dapat dianggap sebagai kenyataan (dan pengetahuan) yang sejati (Yunani: “ontos on“, “benar-benar ada”), manakah yang semu (Yunani: “doza“, “perkiraan” atau “maya”)? Dalam dialog-dialognya, Plato menampilkan Sokrates beserta cara kerjanya supaya mereka yang menjadi kawan dialognya menemukan dalam diri mereka suatu kepastian pengetahuan. Pengetahuan itu berasal dari dalam jati dirinya yang bersifat bawaan (Inggris: Innate) sejak lahir. Pengetahuan itu mengalahkan segala keragu-raguan yang muncul berdasarkan segala penampilan dan pengalaman jasmani atau inderawi yang bermacam-macam (berganti-ganti, berubah-ubah). Oleh karena itu, terdapatlah pertentangan antara jati diri dengan penampilan yang dialami setiap manusia.
Pemecahan atau pencairan pertentangan itu dirumuskan Plato lebih lanjut dengan memakai suatu istilah yang seakan-akan berasal dari dunia pengetahuan dalam arti amat luas. Istilah itu adalah idea. Kata Yunani itu mempunyai akar “Wid” dengan arti “melihat” dengan mata kepala (Latin: “Videra“, Inggris: “Vision“) maupun menatap dengan mata batin sampai “mengetahui” (Jerman: “Wissen“; Inggris: “Wisdom“). Menurut Plato, pada awalnya, jati diri atau jiwa manusia hidup di “dunia idea-idea” atau surga, dan dunia itu jauh dari dunia fana ini. Sejak awal jiwa berada di dunia fana - maka secara bawaan - ia menatap dengan batinnya idea-idea sempurna dan abadi; umpamanya idea tentang kebaikan, kebenaran, keindahan, keadilan, tetapi juga idea manusia atau kuda. Entahlah karena peristiwa apa, jiwa manusia itu “jatuh” dari dunia idea-idea itu ke dalam dunia ini sampai ke dalam “penjara” yaitu tubuh manusia. Melalui indera tubuhnya (terutama mata) ia melihat dan menatap dunia fana yang terdiri atas bayang-bayang atau “bayangan” dari idea-idea yang “semula” pernah ditatapnya secara murni. Lalu manusia ingat akan idea-idea murni itu yang “dahulu kala” ditatapnya dan yang secara bawaan memang menemaninya secara terselubung.
b. Plato Tentang Jiwa Dan Proses Mengenal
Plato menganggap bahwa jiwa merupakan pusat atau inti sari kepribadian manusia, dan pandangannya ini dipengaruhi oleh sokrates, Orfisme dan mazhab Pythagorean.
Salah satu argumen yang penting ialah kesamaan yang terdapat antara jiwa dan idea-idea, dengan itu ia menuruti prinsip-prinsip yang mempunyai peranan besar dalam filsafat. Jiwa memang mengenal idea-idea, maka atas dasar prinsip tadi disimpulkan bahwa jiwa pun mempunyai sifat-sifat yang sama dengan idea-idea, jadi sifatnya abadi dan tidak berubah.
Plato mengatakan bahwa dengan kita mengenal sesuatu benda atau apa yang ada di dunia ini sebenarnya hanyalah proses pengingatan sebab menurutnya setiap manusia sudah mempunyai penegathuan yang dibawanya pada waktu berada di dunia idea, dan ketika manusia masuk ke dalam dunia realitas jasmani pengetahuan yang sudah ada itu hanya tinggal diingatkan saja maka Plato menganggap juga seorang guru adalah mengingatkan muridnya tentang pengetahuan yang sebetulnya sudah lama mereka miliki.
3. Etika Dan Politik
Etika Plato, yang didasarkan pada etika Sokrates, amat menekankan unsur pengetahuan. Bila orang sudah cukup tahu, pasti ia akan hidup menurut pengetahuannya itu. Oleh karena itu, dalam rangka dialog-dialognya Sokrates seringkali cukup bagus menyadarkan orang akan adanya suara batin. Pendapat Plato seterusnya tentang etika bersendi pada ajarannya tentang idea. Tanda dunia idea adalah tidak berubah-ubah, pasti dan tetap dan merupakan bentuk yang asal. Itulah yang membedakannya dari dunia yang nyata, yang berubah senantiasa. Dalam perubahan itu dapat ditimbulkan bentuk-bentuk tiruan dari bangunan yang asal, dari dunia idea. Sebab itu ada dua jalan yang dapat ditempuh untuk melaksanakan dasar etika:
Pertama, melarikan diri dalam pikiran dari dunia yang lahir dan hidup semata-mata dalam dunia idea. Kedua, mengusahakan berlakunya idea itu dalam dunia yang lahir ini. Dengan perkataan lain: melaksanakan “hadirnya” idea dalam dunia ini. Tindakan yang pertama adalah ideal, yang kedua kelihatan lebih riil. Kedua jalan itu ditempuh oleh Plato. Pada masa mudanya, seperti tersebut dalam bukunya Phaedros, Gorgias, Thaetet dan Phaedon, ia melalui jalan pertama. Pelaksanaan etikanya didasarkan pada memiliki idea sebesar-besarnya dengan menjauhi dunia yang nayata. Hidup diatur sedemikian rupa, sehingga timbul cinta dan rindu kepada idea.[3]
Ajaran Plato tentang etika kurang lebih mengaatakan bahwa manusia dalam hidupnya mempunyai tujuan hidup yang baik, dan hidup yang baik ini dapat dicapai dalam polis. Ia tetap memihak pada cita-cita Yunani kuno yaitu hidup sebagai manusia serentak juga berarti hidup dalam polis, ia menolak bahwa negara hanya berdasarkan nomos/adat kebiasaan saja dan bukan physis/kodrat. Plato tidak pernah ragu dalam keyakinannya bahwa manusia menurut kodratnya merupakan mahluk sosial, dengan demikian manusia menurut kdratnya hidup dalam polis atau negara.[4]
Manusia secara perseorangan adalah tidak memadahi dalam dirinya sendiri. Manusia berkumpul dalam komunitas, saling membantu untuk memuaskan kebutuhan. Mereka secara bebas saling membantu demi keuntungan bersama. Komunitas manusia yang menetap dan bekerja sama untuk memenuhi kebutuhan mereka serta untuk meningkatkan kesejahteraan umum adalah yang yang kita sebut sebgai polis.[5]
Menurut Plato negara terbentuk atas dasar kepentingan yang bersifat ekonomis atau saling membutuhkan antara warganya maka terjadilah suatu spesialisasi bidang pekerjaan sebab tidak semua orang bisa mengerjakaan semua pekerjaan dalam satu waktu. Polis atau negara ini dimungkinkan adanya perkembangan wilayah karena adanya pertambahan penduduk dan kebutuhan pun bertambah sehingga memungkinkan adanya perang dalam perluasan ini.
Dalam menghadapi hal ini maka disetiap negara harus memiliki penjaga-penjaga yang harus dididik khusus tidak seperti atlet Yunani kuno, Ia harus mempelajari, senam yang lebih umum dan keras dan sebaiknya dilakukan paa usia 18 – 20 tahun, Lalau dari sini diseleksi lagi untuk dijadikan calon pemimpin politik, dan untuk membentuk pemimpin in mereka harus belajar filsafat hingga usia 30 tahun, tujuan belajar filsafat ini untuk melatih mereka dalam mencari kebenaran. Dari sini diseleksi lagi dan mereka yang lulus seleksi akan mempelajari filsafat dan dialektika secara lebih intensif selama 5 tahun. Dan jika dalam pendidikan in berhasil maka selama 15 tahun ia menduduki beberapa jabatan negara yang tujuannya agar mereka tahu bagaimana pekerjaan negara tersebut (magang). Dan pada usia 50 tahun baru mereka siap menjadi seorang pemimpin.
Ada tiga golongan dalam negara yang baik, yaitu pertama, Golongan penjaga yang tidak lain adalah para filusuf yang sudah mengetahui “yang baik” dan kepemimpinan dipercayakan pada mereka. Kedua, Pembantu atau prajurit. Dan ketiga, Golongan pekerja atau petani yang menanggung kehidupan ekonomi bagi seluruh polis.
Plato tidak begitu mementingkan adanya undang-undang dasar yang bersifat umum, sebab menurutnya keadaan itu terus berubah-ubah dan peraturan itu sulit disama ratakan itu semua tergantung masyarakat yang ada di polis tersebut.
Adapun negara yang diusulkan oleh Plato berbentuk demokrasi dengan monarki, karena jika hanya monarki maka akan terlalu banyak kelaliman, dan jika terlalu dmokrasi maka akan terlalu banyak kebebasan, sehingga perlu didadakan penggabungan, dan negara in berdasarkan pada pertanian bukan perdagangan ini dimaksudkan menghindari nasib yang terjadi di Athena.[6]
IV. PENUTUP
Ø Kesimpulan
Kesulitan menentukan arti penting pengaruh Plato sepanjang masa --meski luas dan menyebar-- adalah ruwet dipaparkan dan bersifat tidak langsung. Sebagai tambahan teori politiknya, diskusinya di bidang etika dan metafisika telah mempengaruhi banyak filosof yang datang belakangan. Apabila Plato ditempatkan pada urutan sedikit lebih rendah ketimbang Aristoteles dalam daftar sekarang ini, hal ini terutama lantaran Aristoteles bukan saja seorang filosof melainkan pula seorang ilmuwan yang penting. Sebaliknya, penempatan Plato lebih tinggi urutannya ketimbang pemikir-pemikir seperti John Locke, Thomas Jefferson dan Voltaire, sebabnya lantaran tulisan-tulisan ihwal politiknya mempengaruhi dunia cuma dalam jangka masa dua atau tiga abad, sedangkan Plato punya daya jangkau lebih dari dua puluh tiga abad.
Etika tidak kalah pentingnya dengan politik itu sendiri. Saat politik senantiasa identik dengan etika egoisme pencarian kekuasaan, manipulasi angka, etika yang seringkali berusaha menggambarkan dirinya akomodatif atas kepentingan rakyat banyak, yang dalam realitas mewujudkan aspirasi mentalitas korup dengan kesadaran yang jernih atas kepentingan kelasnya sendiri, maka etika mutlak diperlukan. Mutiara yang bernama etika dan manfaat itu kian terpendam, menjadi serpihan kecil yang sangat sulit untuk dilacak. Etika kebenaran yang dalam benak Socrates bukan hanya pengagungan jiwa bersih terhadap keadilan Tuhan, melainkan memanifestasikan diri dengan pembelaan terhadap hak-hak asasi manusia dan menjunjung tinggi nilai kejujuran menata kehidupan politik.
Meski Plato tidak pernah berpikir bahwa Negara Ideal-nya dapat bertahan abadi, namun di tengah krisis kepemimpinan ini, kita akan tetap melambungkan harapan besar hadirnya figur penguasa yang intelek, prajurit yang gagah berani, dan masyarakat yang memiliki sumber sendiri untuk menjalani hidup sesuai dengan yang mereka dambakan.
Ø Epilog
Demikian yang dapat kami sampaikan. Sedikit banyak semoga bisa menambah wawasan keilmuan kita. Kurang lebihnya mohon maaf, kritik dan saran kami harapkan dari semua pihak guna penyempurnaan makalah kami.
Wallahulmuwaffiq ila aqwamitthoriq
Daftar Pustaka
Beoang, Konrad Kebung, Plato : Jalan Menuju Pengetahuan yang Benar, cet.4, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 1999
Bertens, K, Sejarah Filsafat Yunani, cet. 14, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 1997
Hadiwijono, Harun, Sari Sejarah Filsafat Barat 1, cet. 15, Penerbit Kanisius, yogyakarta, 1998
Hatta, Mohammad, Alam Pikiran Yunani, cet. 3, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta, 1986
David Melling, Jejak Langkah Pemikiran Plato, Benteng Budaya, Bandung, 2002, Hlm 135
http://religiusta.multiply.com/journal/item/42,
http://plato-dialogues.org/papyrus.htm
http://wongedans.wordpress.com/p-l-a-t-o/
http://staff.blog.ui.edu/arif51/2008/05/06/selayang-pandang-tentang-plato/



[1] http://religiusta.multiply.com/journal/item/42, Rabu, 29 Okt 2008, 10.31 PM
[2] http://plato-dialogues.org/papyrus.htm
[3] http://wongedans.wordpress.com/p-l-a-t-o/, Rabu, 29 Okt 2008, 10.24 PM
[4] http://staff.blog.ui.edu/arif51/2008/05/06/selayang-pandang-tentang-plato/, Rabu, 29 Okt 2008, 10.40 PM
[5] David Melling, Jejak Langkah Pemikiran Plato, Benteng Budaya, Bandung, 2002, Hlm 135
[6] Ibid, http://staff.blog.ui.edu/arif51/2008/05/06/selayang-pandang-tentang-plato/, Rabu, 29 Okt 2008, 10.20 PM



Labels : wallpapers Mobile Games car body design Hot Deal

0 comments:

Post a Comment

Search Terms : property home overseas properties property county mobil sedan oto blitz black pimmy ride Exotic Moge MotoGP Transportasi Mewah free-islamic-blogspot-template cute blogger template free-blog-skins-templates new-free-blogger-templates good template blogger template blogger ponsel Download template blogger Free Software Blog Free Blogger template Free Template for BLOGGER Free template sexy Free design Template theme blogspot free free classic bloggerskin download template blog car template website blog gratis daftar html template kumpulan templet Honda SUV car body design office property properties to buy properti new