Suka Filsafat? Masuk Kemari

MAU DOLAR GRATIS? masuk sini

ARGUMEN ONTOLOGIS




I. PENDAHULUAN
Dalam al-Qur’an terdapat banyak ayat argumentatif tentang keesaan (al-wahdaniyah) Tuhan. Salah satunya adalah firman Allah: “Manakah yang baik, tuhan-tuhan yang bermacam-macam itu ataukah Allah Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa?” QS. Yusuf: 39. Nabi Yusuf mengajak berfikir teman satu selnya, manakah yang rasional, meyakini beberapa tuhan yang beraneka macam ataukah satu Tuhan?. Dari ayat introgratif ini, Al-Qur’an memperkenalkan sebuah argumen ontologis tentang keberadaan Tuhan
Argumen (burhân) Ontologi atau eksistensial, merupakan sebuah tema yang sejak abad ke-11 Masehi (abad ke-5 Hijriyah) telah ramai dibincangkan oleh para filosof. Perintis argumen ini adalah Santo Anselm. Berangkat dari sinilah, kemudian teori ini dikenal sebagai argumen Anselm.
II. POKOK PEMBAHASAN
  1. Siapakah Santo Anselm?
  2. Seperti Apakah Argument Ontologynya?
  3. Bagaimana Cara Dia Menemukan Argumennya?
  4. Dan Bagaimana Argument-Argument Ontology Para Filosof Selain Santo Anselm?
III. PEMBAHASAN
  1. Sekilas Tentang Santo Anselm
Santo Anselm adalah seorang ilmuwan era 11 Masehi, sezaman dengan kurun kelima Hijriyyah. Dia lahir pada tahun 1033 di salah satu kota kecil Italia. Dia menjadi Rahib Besar Dirbak pada tahun 1078. Kemudian menjadi Uskup Besar Counter Bury pada tahun 1093. Anselm disebut juga sebagai “Augustin kedua”. Dan terkadang pula dijuluki sebagai “Anselm yang suci”. Para Katolik memberikan gelar “Suci” padanya. Ia adalah orang yang secara eksplisit menyatakan bahwa yang harus dilakukan oleh seorang insan, pertama adalah beriman kepada hakikat-hakikat agama. Kemudian merasionalkannya (yaitu menghamba sebelum merasionalkan).
Alasan penamaannya dengan “Augustin kedua” adalah karena pengaturan filsafatnya yang mendekati “Augustin Cadis”. Dari opininya bisa ditemukan bahwa dia mempunyai pemikiran ala Plato, yang mengakui adanya alam mitsal (alam atas/alam ide). Anselm meninggalkan enam buah kitab penting yang kesemuanya membahas tentang Hikmat Ilahi dan berada di bawah pengaruh opini Plato. Nama-nama dari kitab tersebut adalah:
1. Dialogue de grammatico, 2. Monologium de divinitatis essentia sive Examplun de ration Fidei, 3. Proslogium sive Fides quaerens, 4. De Veritat, 5. De fide trinitatis, 6. Cur deus Home.
Anselm, berupaya menemukan dalil pasti untuk membuktikan wujud Tuhan. Berdasarkan apa yang telah ditulis oleh sebagian orang, dikatakan bahwa, Anselm tidak hanya mencukupkan dirinya dengan membenarkan saja. Bahkan ia juga menuntut adanya dalil-dalil pasti dan konklusif atas wujud Tuhan. Hal ini senantiasa mengganggu dan mengusik pikiran Anselm, pada saat ia menunaikan ibadah.
Dan bahkan tak jarang, hal tersebut telah membuatnya lupa untuk menyantap makanannya. Hingga akhirnya, pada satu dini hari, setelah sekian malamnya ia lalui dalam kontemplasi yang mendalam, ia menemukan apa yang selama bertahun-tahun ini telah mengganggunya.
Akhirnya ia menemukan apa yang ia cari selama ini, yaitu argumen yang terkenal sebagai “argumen ontologi”. Sebuah argumen untuk membuktikan wujud Tuhan.
  1. Beberapa Filosof Setelah Anselm Yang Memberikan Argument Ontology.
Setelah Anselm, muncul sosok lain dari ilmuwan era Scholastic yang bernama Johannes Duns Scotus (1265-1308), yang terkenal dengan sebutan “Guru yang berpandangan luas”. Dan terkenal pula sebagai lelaki yang cemerlang dan cerdas. Ia mengungkapkan teori ini dengan ulasan yang berbeda. Scotus sebagaimana Anselm, banyak meninggalkan pandangan-pandangan Aristoteles dan beralih pada gagasan-gagasan Plato.
Pada abad medieaval (abad pertengahan), sebagian orang menganggapnya sebagai pelanjut “tradisi Thomas” dan mengatakan bahwa pandangannya merupakan kolaborasi antara pendapat Augustin dan Aristoteles.
Setelah Scotus, sekali lagi argumen ontologi Anselm menapaki babak baru dengan penampilan yang berbeda yang dituangkan oleh Rene Descrates (1596-1650), seorang filosof terkenal asal Perancis.
Berturut-turut setelah itu, filosof asal Perancis yang bernama Nicolas Malebranche (1638-1715). Ia mengungkapkan pula argumen-argumen untuk membuktikan wujud Tuhan yang mirip dengan argumen ontologi Anselm.
Baruch Spinoza, (1632-1677) adalah filosof berikutnya yang mengungkapkan argumen ontologi ini dengan ungkapan dan penjelasan yang sangat indah.
Setelah Spinoza, muncul Gottfried Wilhelm Leibnitz (1646-1716) yang mengkoreksi argumen ontologi Anselm dan menemukan penjelasan yang lain.
Akhirnya, argumen ontologi melalui Immanuel Kant, menjadi sebuah argumen yang menjadi sasaran kritik dan diragukan. Tentu saja, sebagian filosof sebelum Kant –bahkan pada masa Anselm sendiri- juga telah menjadikan argumen ini sebagai bahan kritik.
Dan terakhir, Hegel (1770-1831) mengungkapkan pendapat lain tentang pembuktian wujud Tuhan.[1]
  1. Penjelasan Para Filosof Tentang Argument Ontology
Dalam hal ini kami hanya memaparkan argument ontology dari lima filosof, sebagaimana berikut:
1) Penjelasan Anselm
Dalam kitab “Mabâni wa Târikh Falsafe-ye Gharb” (Akar dan Sejarah Filsafat Barat) disebutkan sebagai berikut:
“Anselm mengatakan: seluruh eksistensi -kurang-lebihnya- senantiasa akan berhadapan dengan kesempurnaan. Oleh karena itu, konsepsi yang menggambarkan adanya sebuah realitas, dimana tidak ada lagi realitas yang lebih sempurna darinya yang mampu digambarkan, adalah sebuah konsepsi yang logis. Jika realitas yang didefinisikan ini adalah wujud Tuhan, berarti Tuhan harus riil. Karena, apabila Tuhan hanya merupakan gambaran, dan realitasnya hanya berada dalam pikiran, berarti masih bisa digambarkan adanya realitas lain yang lebih sempurna darinya, yaitu eksistensi yang betul-betul wujud. Dan ini berarti terjadi kontradiksi. Oleh karena itu, dan berdasarkan perhitungan logika, mau tidak mau harus diterima, bahwa realitas dan eksistensi yang kesempurnaannya mutlak betul-betul ada, dengan demikian maka Tuhan ada”.[2]
Setelah diketahui bahwa keberwujudan -sebagai sebuah persepsi dan juga sebagai sebuah realitas- lebih besar dari keberwujudan yang hanya sebagai sebuah konsepsi (tashawwur, gambaran dalam benak), maka berarti, Tuhan harus riil dalam hakikat, dan juga riil dalam konsepsi. Berdasarkan definisi ini, maka Tuhan adalah sebuah realitas wujud, dimana realitas lain yang lebih besar darinya tidak bisa dapat digambarkan. Oleh karena itu, Tuhan harus ada dalam realitas. Jika tidak, maka sesuatu yang lebih besar dari Tuhan masih bisa digambarkan (yaitu sebuah eksistensi yang selain mempunyai semua sifat-sifat Tuhan juga mempunyai keberadaaan yang riil). Dan ini mungkin melalui definisi Tuhan tersebut, atau melalui wujud yang superior dan sempurna”.[3]
Dalam kitab “Seir Hikmah dar Europa” (Perjalanan Filsafat di Eropa), dituliskan: “Dari semua argumen yang dikemukakan oleh Anselm untuk membuktikan esensi Tuhan, yang lebih banyak diketengahkan dan subyek pembahasan yang lebih banyak dimunculkan adalah apa yang terkenal dengan argumen “ontologi” atau “eksistensial”,??? sebagai berikut:
Setiap orang, bahkan orang yang dungu sekalipun, mempunyai konsepsi atas dzat (esensi), dimana tidak ada lagi realitas lain yang lebih besar dari dzat tersebut. Dzat seperti ini tentu saja ada. Karena apabila tidak ada, maka paling besarnya dzat yang masuk ke dalam konsepsi dan mempunyai realitas wujud, berarti lebih besar darinya. Dan hal ini keliru.
Dengan demikian, berarti -secara desisif- terdapat sebuah dzat yang dalam realitas merupakan paling besarnya dzat. Dan dia adalah Tuhan”.
Dalam Kamus Filsafat, dikatakan: “Anselm, memulai pembahasannya dengan menggunakan perumpamaan orang dungu. Pembahasan ini begitu panjang. Tetapi kami akan menyajikan permulaan pembahasannya tersebut sebagai berikut:
Bahkan seorang dungu pun percaya, bahwa minimal di dalam konsepsi dan pemahaman manusia terdapat sebuah realitas, dimana tidak ada realitas lain yang lebih baik darinya yang bisa digambarkan. Karena ketika dia mendengar perkataan ini, tanpa ragu lagi iapun akan memahaminya. Dan apa yang ia fahami ada dalam kefahamannya. Dan tanpa syak lagi, realitas tersebut -dimana realitas lain yang lebih baik darinya tidak bisa digambarkan lagi- tidak bisa hanya ada dalam pemahaman. Karena apabila kita asumsikan hanya ada dalam pemahaman, maka kelanjutan dari asumsi ini bisa dikonsepsikan bahwa pada alam riil pun terdapat realitas yang lebih besar dari persepsi kita. Jadi, apabila realitas tersebut, dimana realitas lain yang lebih besar darinya tidak bisa digambarkan lagi, hanya terdapat dalam konsepsi. Selanjutnya penggambaran sebuah benda akan muncul kemestian, bahwa ada realitas lain yang lebih baik dari nafs, dan hal ini mustahil. Karena tidak ada sesuatu yang lebih baik dari nafs. Oleh sebab itu, tidak ragu lagi bahwa ada sebuah realitas, dimana tidak ada realitas lain yang lebih baik darinya yang bisa digambarkan lagi. Dan realitas tersebut ada di dalam persepsi dan juga di alam riil. Dan secara pasti keberadaanya sangat benar, sehingga ketiadaannya tidak bisa digambarkan. Karena penggambaran sebuah wujud yang ketiadaannya tidak bisa digambarkan adalah memungkinkan. Dan ini lebih baik dari sesuatu yang ketiadaannya bisa digambarkan. Dari dasar ini, apabila realitas tersebut -dimana sesuatu yang lebih baik darinya tidak bisa dikonsepsikan- bisa ditiadakan. Berarti, realitas tersebut bukanlah realitas, dimana sesuatu yang lebih baik darinya tidak bisa lagi digambarkan. Tetapi, proposisi ini akan menyebabkan terjadinya kontradiksi yang tidak dapat diterima.
Jadi, kewujudan realitas tersebut sedemikian jelasnya, sehingga realitas lain yang lebih baik darinya, tidak bisa lagi digambarkan. Dan bahkan penggambaran ketiadaan realitas wujud semacam ini pun mustahil. Realitas wujud ini adalah Engkau, wahai Tuhan kami .....”[4].
2) Penjelasan Descartes
Dalam kitab “Seir Hikmah dar Europa”, dinukilkan tiga buah argumen (burhân) dari Descartes dalam membuktikan wujud Tuhan. Argumen ketiga adalah argumen ontologi Anselm yang dituangkan dengan penjelasannya yang khas, sebagai berikut:
“Kami katakan: Sebagian masalah merupakan bagian esensi dan hakikat dari sebagian masalah lainnya, dimana keduanya saling meniscayakan. Misalnya: akar dari kedua rangkaian sudut segitiga adalah bagian dari hakikat segitiga. Esensi Tuhan pun mempunyai inherensi (keniscayaan) dengan keberadaan. Karena Dia merupakan realitas kesempurnaan. Dan kesempurnaan tidak bisa digambarkan tanpa adanya wujud. Karena apabila tidak eksis, maka tidak akan sempurna. Sebagaimana tidak bisa digambarkannya gunung tanpa adanya lembah dan lereng. Dan apabila dikatakan: mungkin saja ada segitiga yang tidak melazimkan adanya akar dari kedua sudutnya, dan mungkin saja terdapat sebuah gunung yang tidak meniscayakan adanya lembah, maka kami akan mengatakan bahwa: Analogi ini sama sekali tidak benar. Karena interaksi wujud pada esensi sempurna, muncul sebagaimana interaksi yang terjadi antara lembah dengan gunung. Artinya sebagaimana halnya gunung tidak bisa ada tanpa lembah, maka dzat sempurna pun tidak bisa ada tanpa adanya wujud. Dengan ungkapan lain; keberadaan dzat sempurna adalah wajib”.
Dalam kitab Falâsefe-ye Buzurg (Filosof-filosof Besar), argumen ontologi Decrates dituangkan dengan uraian yang lebih jelas, sebagai berikut: “Dengan melalui analisa yang sederhana, kita ketahui bahwa segitiga secara niscaya mempunyai tiga sudut dan tiga siku. Maka gambarkanlah Tuhan dalam diri kalian dengan cara yang demikian pula. Dzat Tuhan, kita definisikan sebagai kesempurnaan mutlak.
Pada hakikatnya kesempurnaan mutlak adalah sebuah majemuk dari seluruh kesempurnaan yang bisa digambarkan. Tetapi, wujud merupakan sebuah kesempurnaan. Oleh karena itu, kesempurnaan mutlak apabila tidak mempunyai wujud, berarti bukan mutlak. Konklusinya: wujud mempunyai keterkaitan dengan kesempurnaan, sebagaimana mestinya segitiga yang mempunyai keterkaitan dengan tiga sudut dan tiga sikunya”.[5]
3) Penjelasan Malebranche dalam pembuktian esensi Tuhan
Malebranche mengatakan: “Ruh (baik nafs ataupun akal) tidak dapat dicerap, kecuali terdapat sesuatu yang menyatu dan menyambung dengannya. Karena ruh tidak mempunyai koheren dan kesinambungan yang hakiki dengan jasad. Dan koherensi riilnya adalah dengan Tuhan. Maka hanya wujud Tuhanlah yang bisa dicerap. Alasannya adalah sebagai berikut: Sebagaimana ketiadaan (non-exsistence), tidak mampu dilihat manusia, ketiadaan pun tidak mampu dirasiokan. Apapun yang bisa dirasionalkan oleh manusia, berarti ada. Dan kita melihat bahwa kita mempunyai pencerapan terhadap hal-hal tak terbatas. Oleh karena itu, dari paragraf ini bisa disimpulkan dua konklusi, pertama: hal-hal yang tak terbatas itu ada. Dan konklusi kedua: kita mempunyai kesinambungan dengan hal-hal yang tak terbatas tersebut. Karena apabila tidak ada, maka hal ini tidak akan relevan dengan akal kita. Kemudian apabila kita tidak mempunyai kesinambungan dengannya, maka kita tidak akan mampu mencerapnya. Dan hal tak terbatas tersebut (yaitu sesuatu yang kesempurnaannya tak terbatas), siapa lagi kalau bukan Tuhan.”[6]
Prinsip dari reasoning (penalaran) Malebranche adalah, bahwa segala hal yang bisa dikonsepsikan atau dicerap oleh akal, harus eksis. Karena kita mempunyai kemampuan untuk mencerap kesempurnaan mutlak, maka wujud inipun berarti harus eksis. Tetapi prinsip dari argumen Anselm adalah: Apabila kesempurnaan mutlak, yaitu Tuhan, tidak eksis, maka akan memestikan kontradiksi dan kesalahan.
4) Penjelasan Spinoza
Sekarang, kita akan membaca teks dari argumen Spinoza yang tertulis di dalam kitab “Akhlak” nya yang terkenal, sebagai berikut: (Proposisi 11: Tuhan adalah jauhar (substansi) yang diperkuat oleh sifat-sifat tak terbatas dimana setiap sifatnya merupakan eksplanasi dari dzat tak terbatas dan dzat abadi yang secara dharuri (niscaya) harus eksis).
Argumen: Apabila Anda tidak menerima proposisi ini, padahal keadaan memungkinkan, maka misalkanlah bahwa Tuhan tidak ada. Jika demikian, berarti dzatnya tidak meniscayakan adanya wujud. Tetapi hal ini tidak rasional. Dengan demikian, Tuhan secara dharuri ada, relevansinya terbukti.
Selain argumen yang telah tersebut, dalam kitab “Akhlak” Spinoza ini terdapat pula dua teori lain untuk membuktikan proposisi di atas. Teori ketiga adalah teori yang terdapat dalam kitab “Seir Hikmah dar Europa”. Di sana pula -dalam catatan kaki- diisyaratkan bahwa argumen ini adalah apa yang disebut sebagai argumen ontologi Anselm dan Descrates. Teks argumen ketiga dalam kitab “Akhlak” Spinoza adalah sebagai berikut:
“Ketiadaan kekuatan untuk eksis, merupakan dalil kelemahannya. Dan sebaliknya, kekuatan untuk eksis merupakan dalil adanya kekuatan -sebagaimana yang terlihat jelas. Dengan demikian, apabila yang eksis secara niscaya (dharuri) hanya benda-benda terbatas, dalam keadaan ini, keniscayaannya adalah bahwa benda-benda terbatas lebih kuat dari eksistensi yang secara mutlak tak terbatas. Dan ini jelas tidak rasional. Oleh karena itu kita, harus mengambil salah satu dari dua pilihan, yaitu “sesuatu tidak eksis (tidak ada)” atau “eksistensi yang secara mutlak tak terbatas tersebut itu eksis secara niscaya (dharuri)”. Tetapi kita ada dan eksis, baik dalam diri kita sendiri, ataupun dalam benda lain, yang eksis secara niscaya (dharuri). Dengan demikian, “eksistensi yang secara mutlak tak terbatas”, yaitu Tuhan secara dharuri adalah eksis, relefansinya terbukti).
5) Penjelasan Leibniz
Pada kitab “Seir Hikmah dar Europa”, dalam uraiannya tentang penjelasan Leibnitz dalam masalah theology tertulis: “Teori lain yang deduktif adalah teori ontologi Anselm yang diperbaharui pula oleh Descrates. Kesimpulannya adalah sebagai berikut: Begitu kita mempunyai gambaran tentang dzat sempurna, maka hal ini merupakan dalil, bahwa dia ada. Leibniz menyempurnakan teori ini dengan hal berikut, bahwa penggambaran dzat sempurna dan tak terbatas, tidak mempunyai penghalang akal, yaitu tidak termasuk kontradiktif. Dengan demikian tentu ada.
Penjelasan yang bisa ditangkap dari perkataan Leibniz adalah, dia sepakat bahwa setiap dzat yang bisa digambarkan dan wujudnya tidak tertolak akal, mempunyai keniscayaan wujud yang bersesuaian dengan gambaran hakekat dan kesempurnaan yang ada pada dzat tersebut. Dan dzat sempurna tersebut, keniscayaan wujudnya sedemikian sempurna, sehingga wujudnya adalah wajib. Dengan makna, bahwa dzat yang tidak sempurna dan terbatas -bisa jadi dari sisi dzat-dzat yang lain- menghadapi penghalang untuk kewujudannya. Tetapi untuk wujud sempurna, tidak akan mungkin ada penghalang. Berdasar hal ini, Leibnitz menyempurnakan teori ontologi dengan keyakinannya dengan hal berikut, pertama: wujud dzat sempurna telah terbukti tidak tertolak. Tidak ada pula penghalang, dan keniscayaan wujudnya sampai pada batas wujub. Dengan demikian, dzat semacam ini -dimana kita mempunyai gambaran atasnya dan mampu merasionalkannya- wujudnya adalah wajib.”[7]
IV. KESIMPULAN
Dari pemaparan di atas, kami hanya bias menyimpulkan bahwa: Seandainya mereka beranggapan bahwa mereka tidak diciptakan, maka berarti mereka menolak kausalitas yang berujung pada penolakan terhadap eksistensi eksistensi mereka sendiri, atau mengangggap diri mereka sebagai pencipta. Bila mereka masing-masing adalah pencipta, maka berarti mereka telah ada sebelum ada. Ia harus ada karena menjadi pencipta, dan sekaligus tidak ada karena akan diciptakan.
V. PENUTUP
Demikian yang dapat kami sampaikan. Kurang lebihnya mohon maaf, kritik dan saran kami harapkan dari semua pihak guna penyempurnaan mkalah kami.
Wallahulmuwaffiq ila aqwamitthoriq



[1] http://www.wisdoms4all.com/Indonesia/doc/Pustaka/Seri%20Argumen%20Filosofis/03.htm
[2] Reginal John Halinkdeil, Mabani wa Tarikh-e Falsafeh-ye Gharby, terjemahan Abdulhusein Adherank, Intisharat Keihan, hal. 125.
[3] Richard Popkin dan Aoron Stroll, Kuliyyat-e Falsafeh, hal. 238.
[4] ‘Ali ‘Ilmy Ardebily, Farhang-e Falsafah (Kamus Filsafat), J. 1, hal. 58-59.
[5] Andrew Crisson, Falâsife-ye Buzurgh, terjemahan Kadzim ‘Amady, J. 2, hal. 28, juga Kuliyyat-e Falsafah, hal. 238 dan 239
[6] Seir-e Hikmah dar Europa, J. 2, hal 22.
[7] http://www.wisdoms4all.com/Indonesia/doc/Pustaka/Seri%20Argumen%20Filosofis/03.htm, selasa, 15 okt 2008



Labels : wallpapers Mobile Games car body design Hot Deal

0 comments:

Post a Comment

Search Terms : property home overseas properties property county mobil sedan oto blitz black pimmy ride Exotic Moge MotoGP Transportasi Mewah free-islamic-blogspot-template cute blogger template free-blog-skins-templates new-free-blogger-templates good template blogger template blogger ponsel Download template blogger Free Software Blog Free Blogger template Free Template for BLOGGER Free template sexy Free design Template theme blogspot free free classic bloggerskin download template blog car template website blog gratis daftar html template kumpulan templet Honda SUV car body design office property properties to buy properti new