I. PENDAHULUAN
Masalah hubungan antara pikiran dengan keadaan, hubungan antara jiwa dengan alam - masalah yang terpenting dari seluruh filsafat - mempunyai, tidak kurang daripada semua agama, akar-akarnya di dalam paham-paham kebiadaban yang berpikiran-sempit dan tiada berpengetahuan. Tetapi masalah itu untuk pertama kalinya dapat diajukan dengan seluruh ketajamannya, dapat mencapai arti pentingnya yang sepenuhnya, hanya setelah umat manusia di Eropa bangun dari kenyenyakan tidur yang lama dalam Zaman Tengah Nasrani. Masalah kedudukan pikiran dalam hubungan dengan keadaan, suatu masalah yang, sepintas lalu, telah memainkan peranan besar juga dalam skolastisisme Zaman Tengah, masalah: yang mana yang primer, jiwa atau alam - masalah itu, dalam hubungan dengan gereja, dipertajam menjadi : Apakah Tuhan menciptakan dunia ataukah dunia sudah ada sejak dulu dan akan tetap ada di kemudian hari?
Jawaban-jawaban yang diberikan oleh para ahli filsafat ke masalah ini membagi mereka ke dalam dua kubu besar. Mereka yang menegaskan bahwa jiwa ada yang primer jika dibandingkan dengan alam, dan karenanya, akhirnya, menganggap adanya penciptaan dunia dalam satu atau lain bentuk - dan di kalangan para ahli filsafat, Hegel, misalnya, penciptaan ini sering menjadi lebih rumit dan mustahil daripada dalam agama Nasrani - merupakan kubu idealisme. Yang lain, yang menganggap alam sebagai yang primer, tergolong ke dalam berbagai mazhab materialisme.
II. PEMBAHASAN
A. Pengertian
1. Materi.
Materi mempunyai dua pengertian, yaitu arti materi menurut filsafat, dan materi menurut ilmu alam. Materi menurut ilmu alam mempunyai arti yang lebih sempit daripada arti materi menurut filsafat
Materi menurut ilmu alam, ialah segala sesuatu yang mempunyai susunan atau yang tersusun secara organis atau dengan kata lain benda. Benda menurut ilmu alam mempunyai tiga bentuk yaitu benda padat (solid), benda cair (liquid) dan gas (gasceus).
Materi menurut filsafat, ialah segala sesuatu yang bisa ditangkap oleh indera manusia, serta bisa menimbulkan ide-ide tertentu. Dengan begitu pengartian materi menurut filsafat mencakup pula pengertian materi menurut ilmu alam.
Materi mempunyai peranan menetukan ide, materi menimbulkan ide. Ide manusia timbul setelah terlebih dahulu suatu materi ditangkap oleh indera. Sudah jelas yang “memproduksi” ide itu adalah sebuah materi yang sudah mencapai titik perkembangan yang sangat tinggi yang disebut dengan otak.
2. Ide.
Sebagaimana yang diterangkan di atas, materialisme dialektis berpendapat bahwa ide itu dilahirkan dan ditentukan oleh materi, ini mengandung dua pengertian:
i. Dipandang dari proses asalnya ide / pikiran, nyatalah bahwa sensasi (perasaan) itu tidak dilahirkan oleh materi biasa. Melainkan semacam organisme tertentu yang telah mencapai perkembangan yang sangat tinggi dan mempunyai struktur yang sangat kompleks yang kita sebut sebagai otak. Tanpa otak tidak akan ada pikiran / ide, otak atau sistem urat syaraf yang sangat kompleks adalah hasil tertinggi dari proses perkembangan alam. Oleh karena itu ide juga merupakan produk dari proses perkembangan dari alam.
ii. Dipandang dari isinya, bagaimanapun ide adalah pencerminan dari kenyataan obyektif. Marx berkata bahwa: “ide tidak lain daripada dunia materiil yang dicerminkan oleh otak manusia, dan diterjemahkan dalam bentuk-bentuk pikiran”. Pencerminan itu hanya bisa terjadi dengan adanya kontak langsung antara kesadaran manusia dengan dunia luar, dengan praktek sosial manusia. Oleh karenanya ide juga merupakan produk dari proses perkembangan praktek sosial manusia.
Ide adalah cermin dari materi atau merupakan bentuk lain dari materi. Tetapi ide tidak mesti sama dengan materi, ide dapat menjangkau jauh di depan materi. Walau begitu ide tidak akan dapat lepas dari materi. Materi menentukan ide, sedangkan ide mempunyai peranan aktif terhadap perkembangan materi. Jadi ide mempunyai peranan aktif, tidak pasif seperti pencerminan cermin biasa.
Materialisme adalah suatu aliran dalam filsafat yang pandangannya bertitik tolak dari pada materi (benda). Materialisme memandang bahwa benda itu primer sedangkan ide ditempatkan di sekundernya. Sebab materi ada terlebih dahulu baru ada ide. Pandangan ini berdasar atas kenyataan menurut proses waktu dan zat.
Misal, menurut proses waktu, lama sebelum manusia yang mempunyai ide itu ada di dunia, alam raya ini sudah ada.
Menurut zat, manusia tidak bisa berpikir atau mempunyai ide bila tidak mempunyai otak, otak itu adalah sebuah benda yang bisa dirasakan oleh panca indera kita. Otak atau materi ini yang lebih dulu ada baru muncul ide dari padanya. Atau seperti kata Marx “Bukan pikiran yang menentukan pergaulan, melainkan keadaan pergaulan yang menentukan pikiran.” Maksudnya sifat/pikiran seorang individu itu ditentukan oleh keadaan masyarakat sekelilingnya, “masyarakat sekelilingnya” –ini menjadi materi atau sebab yang mendorong terciptanya pikiran dalam individu tersebut.
B. Tokoh-Tokoh Materialisme
1. Ludwig Andreas von Feuerbach (28 Juli 1804 – 13 September 1872)
Adalah seorang filsuf dan antropolog Jerman. Ia adalah anak laki-laki keempat dari hakim terkemuka Paul Johann Anselm Ritter von Feuerbach.
Feuerbach lulus dari Universitas Heidelberg dan bermaksud untuk melanjutkan kariernya di Gereja. Karena pengaruh Prof. Karl Daub ia kemudian mengembangkan minat dalam filsafat Hegel yang dominan waktu itu dan, meskipun ditentang oleh ayahnya, ia melanjutkan ke Berlin untuk belajar di bawah bimbingan sang empu sendiri. Setelah belajar selama dua tahun, pengaruh Hegelian mulai melemah. Feuerbach kemudian berhubungan dengan kelompok yang dikenal sebagai Hegelian Muda, yang mensintesiskan cabang yang radikal dari filsafat Hegel. Tulisnya kepada seorang teman, "Aku tidak dapat lagi memaksakan diriku untuk mempelajari teologi. Aku rindu menyelami alam dalam jiwaku, alam yang di hadapan kedalamannya sang teolog yang kecil hati menjadi kecut hati; dan dengan manusia alamiah, manusia di dalam kualitas keseluruhannya." Kata-kata ini menjadi kunci bagi perkembangan Feuerbach. Ia menyelesaikan pendidikannya di Erlangen di Universitas Friedrich-Alexander, Erlangen-Nuremberg dalam studi ilmu alam.
Dalam dua bukunya dari periode ini, Pierre Bayle (1838) dan Philosophie und Christentum (1839), yang pada umumnya membahas teologi, ia berpendpat bahwa ia telah membuktikan "bahwa Kekristenan pada kenyataannya telah lama lenyap bukan hanya dari nalar tetapi dari kehidupan umat manusia, bahwa ia tidak lebih daripada sebuah gagasan yang telah mapan." Pernyataan ini sangat kontradiktif dengan ciri-ciri khas peradaban yang sezaman.
Serangan ini diikuti dalam karyanya yang terpenting, Das Wesen des Christentums (1841), yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris (The Essence of Christianity, oleh George Eliot, 1853, ed. ke-2 1881), bahasa Perancis dan Rusia. Tujuannya dapat digambarkan secara singkat sebagai upaya untuk memanusiawikan teologi. Ia menyatakan bahwa manusia, bagi dirinya sendiri, sejauh bahwa ia rasional, adalah obyek pikirannya sendiri
Agama adalah kesadaran tentang yang tidak terhingga. Karena itu agama "tak lain daripada kesadaran akan ketidakterbatasan kesadaran, dalam kesadaran akan yang tidak terhingga, atau, dalam kesadaran tentang yang tidak terhingga, subyek yang sadar obyeknya adalah ketidakterbatasan dari hakikatnya sendiri." Jadi Allah tidak lebih daripada manusia: dengan kata lain, ia adalah proyeksi luar dari hakikat batin manusia sendiri.
Tema Feuerbach adalah turunan dari teologi spekulatif Hegel yang menyatakan bahwa Ciptaan tetap merupakan bagian dari sang Pencipta, sementara sang Pencipta tetap lebih besar daripada Ciptaan. Ketika masih mahasiswa Feuerbach pernah menyajikan teorinya ini kepada Profesor Hegel, namun Hegel menolak untuk menanggapinya secara positif..
Pada bagian I dari bukunya Feuerbach mengembangkan apa yang disebutnya what "pengertian sejati atau antropologis agama." Ia memperlakukan Allah dalam berbagai aspeknya "sebagai keberadaan dari pemahaman,” "sebagai keberadaan atau hukum moral," "sebagai cinta kasih" dan seterusnya. Dengan demikian Feuerbach memperlihatkan bahwa dalam segala aspek Allah sesuai dengan suatu ciri atau kebutuhan dari sifat manusia. "Bila manusia ingin menemukan kepuasan di dalam Allah," katanya, "ia harus menemukan dirinya di dalam Allah." Dalam bagian 2 ia membahas "hakikat yang palsu atau teologis dari agama," artinya, pandangan yang menganggap Allah mempunyai memiliki keberadaan yang terpisah di luar manusia. Karena itu muncullah berbagai keyakinan yang keliru, seperti keyakinan akan wahyu yang diyakininya tidak hanya merusak pemahaman moral, tetapi juga "meracuni, bahkan menghancurkan, perasaan yang paling ilahi dalam manusia, pengertian tentang kebenaran," dan keyakinan akan sakramen seperti misalnya Perjamuan Kudus, yang baginya merupakan sepotong materialisme keagamaan yang "konsekuensinya mau tak mau adalah takhyul dan imoralitas."
Meskipun banyak orang menganggap bukunya Intisari Kekristenan ditulis dengan gaya yang sangat baik dan isinya penting, buku ini tidak pernah menimbulkan kesan yang mendalam terhadap pemikiran di luar Jerman. Perlakuan Feuerbach terhadap bentuk-bentuk agama yang sesungguhnya sebagai ungkapan berbagai kebutuhan manusia, kita secara fatal diperlemah oleh subyektivismenya. Feuerbach menyangkal bahwa ia layak disebut seorang ateis, namun penyangkalan ini tinggal penyangkalan. Apa yang disebutnya “teisme” adalah ateisme dalam pengertian sehari-hari. Feuerbach bekerja keras dalam kesulitan yang sama seperti Fichte; kedua pemikir ini berjuang dengan sia-sia untuk mempertemukan kesadaran keagamaan dengan subyektivisme.
Masalah-masalah Selama 1848-1849 serangan Feuerbach terhadap ortodoksi menjadikannya seorang pahlawan di kalangan partai revolusioner, tetapi ia sendiri tidak pernah terjun ke dalam gerakan politik, dan memang ia tidak mempunyai kualitas sebagai seorang pemimpin rakyat. Pada periode Kongres Frankfurt ia menyampaikan kuliah-kuliah terbuka tentang agama di Heidelberg. Ketika dewan para pangeran ditutup, ia pindah ke Bruckberg dan menyibukkan dirinya sebagian dengan studi ilmiah, sebagian dengan menyusun bukunya Theogonie (1857).
Pada 1860 karena kegagalan pabrik porselin istrinya, ia terpaksa meninggalkan Bruckberg, dan he menjadi sangat melirit, namun teman-temannya membantunya dengan dukungan keuangan. Bukunya yang terakhir, Gottheit, Freiheit und Unsterblichkeit, muncul pada 1866 (ed. ke-2, 1890). Setelah lama mengalami kemunduran, ia meninggal dunia pada 13 September 1872. Ia dimakamkan di Nuremberg (Johannis-Friedhof) di pemakaman yang sama dengan seniman Albrecht Dürer.[1]
2. Karl Marx
Karl Heinrich Marx (lahir di Trier, Jerman, 5 Mei 1818 – meninggal di London, 14 Maret 1883 pada umur 64 tahun) adalah seorang filsuf, pakar ekonomi politik dan teori kemasyarakatan dari Prusia.
Karl Marx adalah seseorang yang lahir dari keluarga progresif Yahudi. Ayahnya bernama Herschel, keturunan para rabi. Keluarga Marx amat liberal dan rumah Marx sering dikunjungi oleh cendekiawan dan artis masa-masa awal Karl Marx.G:\Ahnaf_Mterialisme\Karl_Marx.htm - cite_note-Jonathan-0
Walaupun Marx menulis tentang banyak hal semasa hidupnya, ia paling terkenal atas analisisnya terhadap sejarah, terutama mengenai pertentangan kelas, yang dapat diringkas sebagai "Sejarah dari berbagai masyarakat hingga saat ini pada dasarnya adalah sejarah tentang pertentangan kelas", sebagaimana yang tertulis dalam kalimat pembuka dari Manifesto Komunis.
Pemikiran Marx tidak terlepas dari situasi yang terjadi pada abab 18 dan 19 yaitu perkembangan industri sebagai dampak dari Revolusi Industri yang diawali di Inggris. Marx melihat ada ketidakberesan dalam masyarakat yang dijumpainya karena muncul muncul ketidakadilan dan manusia terasing dari dirinya sendiri. Keterasingan ini sebagai dampak dari hak milik pribadi atas alat-alat produksi. Hak milik atas alat-alat produksi ini menjadikan perbedaan kelas antara kelas atas kelas bawah. Bentuk struktur dan hubungan yang terjadi dalam bidang ekonomi ini dicerminkan dalam struktur kekuasaan di bidang sosial-politik dan ideologi.
Munculnya kelas-kelas sosial dan hak milik atas alat-alat produksi disebabkan karena usaha manusia untuk mengamankan dan memperbaiki keadaan hidup. Usaha ini dilakukan dengan pembagian kerja yang semakin spesialis. Pembagian yang semakin spesialis inilah yang akhirnya membuat perbedaan tajam antara hidup seseorang yang berada di kelas atas ( karena dia menguasai alat-alat produksi sehingga tidak perlu bekerja tapi memperoleh penghasilan yang tinggi) dan kelas bawah ( ketiadaan kepemilikan alat-alat produksi memaksa kelas bawah/pekerja bekerja keras untuk bertahan hidup ).
Menurut Marx, pembebasan manusia dari keteransingannya ini dapat tercapai apabila hak milik pribadi atas alat-alat produksi dihapus. Dengan demikian tercipta keadaan tanpa hak atas milik pribadi (sosialisme). Namun penghapusan ini tidak dapat dilakukan begitu saja. Sebagaimana hak milik atas alat-alat produksi muncul dari perkembangan historis, maka penghapusan ini tergantung pula pada syarat-syarat /hukum-hukum objektif. Maka. Marx melakukan penelitian syarat-syarat objektif penghapusan hak milik pribadi atas alat-alat produksi dan sosialisme.
Dari latar belakang inilah akhirnya terbentuk sistem filsafat Marx yang dikenal sebagai materialisme sejarah.
Marx mengemukakan bahwa yang menentukan perkembangan masyarakat bukanlah kesadaran masyarakat, bukanlah apa yang dipikirkan masyarakat tentang dirinya tetapi keadaan riil masyarakat itu sendiri, kondisi dan situasi hidup masyarakat. Jadi bukan sesuatu yang abstrak yang ada di tataran kepala, yang dicita-citakan, tapi fakta-fakta /keadaan yang ada, proses hidup yang nyata. Cara manusia menghasilkan apa yang dibutuhkan untuk hidup itulah yang disebut keadaan masyarakat. Dengan demikian, keadaan masyarakat selain mempengaruhi perkembangan masyarakat juga mempengaruhi kesadaran masyarakat itu sendiri.
Keadaan masyarakat yang dimaksud adalah produksi dan pekerjaan manusia. Manusia ditentukan oleh produksi, baik hasil produksinya maupun cara berproduksi. Pandangan inilah yang disebut materialisme, yang berarti kegiatan dasar manusia adalah kerja manusia. Dalam hal ini pandangan Marx menerima Feurbach bahwa kenyataan terakhir adalah objek indrawi, dalam pengertian objek indrawi ini dipahami sebagai kerja atau produksi. Namun perbedaan dari Feurbach adalah dunia indrawi yang mengelilinginya itu bukan sesuatu yang ada begitu saja, melainkan alam merupakan produk dari industri dan masyarakat, dalam arti alam adalah produk dari sejarah.
Kata meterialisme yang digunakan Marx bukanlah dalam arti filosofis sebagai kepercayaan bahwa hakikat seluruh realitas adalah materi, melainkan ia ingin menunjukkan pada faktor-faktor yang menentukan sejarah yang terdapat dalam produksi kebutuhan manusia. Seperti dalam penjelasan sebelumnya, faktor-faktor ini mengacu pada keadaan manusia.
Istilah sejarah mengacu pada Hegel sebagai proses dialektis diterima Marx. Akan tetapi terdapat perbedaan pengertian. Sejarah dalam pengertian Marx adalah perjuangan kelas-kelas untuk mewujudkan kebebasan, bukan perihal perwujudan diri Roh, bukan pula tesis–anti tesis Roh Subjektif –Roh Objektif melainkan menyangkut kontradiksi-kontradiksi hidup dalam masyarakat terutama dalam kegiatan ekonomi dan produksi. Jadi untuk memahami manusia dan perubahannya tidak perlu memperhatikan apa yang dipikirkan oleh manusia melainkan melihat segala hal yang berkaitan dengan produksi.
Begitu pula dengan kesadaran dan cita-cita manusia ditentukan oleh keadaannya dalam masyarakat dalam hal ini kedudukannya dalam kelas sosial. Sebagai contoh kaum buruh ( kelas proletar). Ketiadaan atas kepemilikan alat-alat produksi membuat buruh secara historis terpaksa tidak punya banyak pilihan bertindak. Tujuan dan kegiatan historisnya telah digariskan dalam keadaan hidupnya yang “bergantung” dari kemauan kelas pemilik alat-alat produksi. Karena keadaan ini, cara produksi menentukan cara manusia berpikir. Dalam hal ini, cara berpikir buruh karena bergantung pada kelas atas adalah bagaimana untuk dapat bertahan hidup ( survive ). Sedangkan pada kelas atasnya adalah untuk menguasai sebanyak mungkin alat produksi. Dari hal tersebut dapat ditarik beberapa hal. Pertama, cara berproduksi menentukan adanya kelas-kelas sosial. Kedua, keanggotaan dalam kelas sosial menentukan kepentingan orang. Ketiga, kepentingan menentukan apa yang dicita-citakan, apa yang dianggap baik-buruk.
Jika keadaan menentukan cita-cita dan kesadaran, maka bagi Marx, hidup rohani, agama, moralitas, nilai-nilai budaya, dll bersifat sekunder. Hal-hal tersebut bersifat primer karena hanya mengungkapkan keadaan primer, struktur kelas masyarakat dan pola produksi. Jika kita mengharapkan perubahan dalam masyarakat maka yang diperlukan adalah perubahan dalam cara produksi. Perihal hubungan lingkup kehidupan manusia ini dapat dibayangkan sebuah bangunan yang terdiri dari basis dan bangunan atas.
a. Basis/Dasar
Basis (unterbau) ditentukan dua faktor. Pertama, tenaga-tenaga produktif yaitu kekuatan-kekuatan yang dipakai oleh masyarakat untuk mengerjakan dan mengubah alam. Ada tiga unsur yang termasuk tenaga-tenaga produktif: alat-alat kerja, manusia dan kecakapan yang dimiliki, dan pengalaman produksi. Kedua, hubungan-hubungan produksi yaitu, hubunagn kerja sama atau pembagian kerja antara manusia yang terlibat dalam proses produksi. Hubungan-hubungan ini dalam pengertian struktur pengorganisasian sosial produksi. Misalkan pemilik modal dan pekerja. Hubungan-hubungan produksi selalu berupa hubungan kelas (struktur kelas). Karena struktur kelas ditentukan atas hak milik atas alat-alat produksi maka hubungan produksi ditentukan oleh hal yang sama juga.
Hubungan-hubungan produksi dalam basis selalu berupa struktur kekuasaan ekonomis. Hubungan produksi ditandai dengan fakta bahwa alat-alat produksi dikuasai oleh pemilik. Maka konflik antar kelas mewarnai hubungan dalam basis.
Selain itu, hubungan-hubungan produktif ditentukan oleh tingkat perkembangan tenaga produktif, tidak tergantung pada kemauan orang tetapi pada tuntutan objektif produksi. Sedangkan alat-alat kerja dikembangkan bukan menurut selera manusia melainkan di bawah tekanan produksi untuk semakin efisien. Jadi tingkat perkembangan produksi berdasarkan insting /naluri manusia untuk mempertahankan hidup.
b. Banguanan Atas
Bangunan atas (unberbau) terdiri dari dua unsur. Pertama, tatanan institusional yaitu: segala macam lembaga yang mengatur kehidupan bersama masyarakat di luar bidang produksi, semisal sistem negara dan hukum. Kedua, tatanan kesadaran kolektif memuat segala kepercayaan, norma-norma, dan nilai yang memberikan kerangka pengertian, makna, dan orientasi spiritual kepada manusia. Semisal pandangan budaya, seni, agama, dan filsafat.
Menurut Marx, Institusi-institusi, agama, moralitas, dll ditentukan oleh struktur kelas dalam masyarakat dan negara selalu mendukung kelas atas dan agama serta sitem lainnya memberi legitimasi atas kekuasaan kelas atas. Dengan kenyataan bahwa bidang produksi ( kekuasaan di bidang ekonomi ) dikuasai oleh pemilik alat-alat produksi maka, struktur-struktur kekuasaan politis dan ideologis dientukan oleh struktur hak milik juga. Inilah yang dimaksudkan dalam basis dan bangunan.
Melihat realita dilapangan memang demikian. Mereka yang berkuasa dalam ekonomi adalah pemilik modal (alat-alat produksi). Selain mereka menguasai ekonomi, ideologi dan politik pun mereka kuasai. Kepercayaan-kepercayaan dan sistem nilai semisal feodal atau ajaran yang diberikan para pemimpin agama menjadi sumber legitimasi bagi kekuasaan kelas atas.
Ketegangan antara kekuatan produksi yang terus berkembang seiring dengan tututan efisiensi dalam produksi dengan pola hubungan konservatif kelas atas dan bawah (kedudukan yangtidak seimbang) akhirnya membawa pada revolusi. Revolusi ini tidak disebabkan oleh negara sebagai agen perubahan. Dengan keberpihakan negara pada kelas atas maka negara tidak dapat diharapkan menjadi agen perubahan. Kelas bawahlah yang menjadi agen perubahan bagi dirinya sendiri. Usaha pertentangan kelas bawah inilah yang dinamakan pejuang kelas, motor kemajuan sejarah.
Kelas bawah dapat melakukan perjuangannya walau mendapatkan penindasan kelas atas karena perkembangan tenaga-tenaga produktif. Kepentingan ekonomi kelas penguasa untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya menjadi dorongan kelas penguasa untuk melakukan perbaikan, perluasan produksi serta rasionalisasi, efisiensi cara produksi yang pada akhirnya meningkatkan kemampuan tenaga produksi (buruh/kelas bawah). Kemampuan yang terus bertambah ini akhirnya mendorong mereka untuk bersatu dan melakukan perlawanan. Sedangkan struktur kekuasaan ekonomis tidak berkembang terlebih dengan usaha dari masing-masing anggota tiap kelas untuk memiliki kekuasaan sebesar-besarnya. Akhirnya beranjak dari situasi inilah revolusi terjadi dan kelas bawah dapat mengalahkan kelas atas.[2]
III. KESIMPULAN
Feuerbach jembatan penting yang menhubungkan antara Hegel dan Marx, terutama kritiknya terhadap Hegel mengenai penekanan Hegel pada kesadaran dan semangat masyarakat.
Ia menegaskan perlu meninggalkan idealisme subjektif Hegel untuk kemudian memusatkan perhatian bukan pada gagasan, tapi pada realitas material kehidupan manusia. Menurut Feuerbach Tuhan adalah esensi kehidupan dari manusia yang mereka proyeksikan menjadi sebuah kekuatanimpersonal.
Manusia menempatkan Tuhan diatas dan disekeliling mereka sendiri yang menyebabkan mereka menjadi terasing dari Tuhan dan membangun seperangkat ciri positif bagi Tuhan (maha sempurna, mahakuasa, mahasuci dls). Dan sebaliknya manusia merendahkan dirinya. Menurut Feuerbach masalah keyakinan agama seperti itu harus diatasi dan kelemahannya itu harus dibantu dengan filsafat materialis yang menempatkan manusia menjadi objek tertinggi.
Dengan demikian jelaslah pengertian materialisme dialektis tentang materi dan ide bertentangan dengan paham idealisme yang menganggap ide adalah yang terlebih dahulu ada daripada materi. Materialisme dialektis di satu pihak mengatakan materi ada terlebih dahulu daripada ide, tetapi di pihak lain mengakui peranan aktif daripada ide dalam perkembangan materi, ini mengandung dua pengertian :
1. Seperti dijelaskan di atas ide adalah pencerminan materi, tetapi proses pencerminan itu tidak semudah atau sesimpel pencerminan dengan kaca-cermin, yang hanya bisa menjelaskan gejala luar saja. Melainkan melalui pencerminan yang aktif, melalui proses pemikiran yang rumit sehingga dapat mencerminkan kenyataan obyektif sebagaimana adanya, baik mengenal sesuatu itu dari gejala luarnya maupun gejala dalamnya atau hakikat suatu materi. Peranan aktif dari ide inilah yang memungkinkan manusia menyempurnakan alat-alat atau perkakas untuk memperbesar kemampuannya dalam mengenal atau mencerminkan keadaan maupun mengubah keadaan.
2. Peranan aktif ide itu berarti dalam mengenal dan mengubah keadaan itu manusia bertindak dengan sadar, dengan motif atau tujuan tertentu, yaitu untuk memenuhi kebutuhan praktek sosialnya untuk kehidupan.
Ide revolusioner yaitu ide yang mencerminkan hukum-hukum perkembangan keadaan obyektif, memainkan peranan untuk mendorong perkembangan keadaan. Sebaliknya ide reaksioner, ialah ide yang berlawanan dengan hukum-hukum perkembangan keadaan obyektif dan menghambat kemajuan.
Dengan dijelaskannya keprimeran materi dan peranan aktif ide, materialisme dialektis mengajarkan supaya dalam memandang dan memecahkan permasalahan harus bertolak dari kenyataan yang kongkrit dan berdasarkan data-data yang obyektif, dan jangan bersandar pada dugaan-dugaan subyektif dan hanya terpaku pada buku-buku yang mati, dan juga harus ditujukan pada kebutuhan praktek yang kongkrit. Dipihak lain ia memperingatkan kita kepada pentingnya teori, tetapi di pihak lain ia menolak “pendewaan” kepada teori atau dengan kata lain menentang dengan tegas terhadap kedogmatisan.
IV. PENUTUP
Demikian yang dapat kami sampaikan. Kritik dan saran kami harapkan dari semua pihak demi pembenahan makalah kami.
Wallahulmuwaffiq ila aqwamitthoriq
[1] http://id.wikipedia.org/wiki/Ludwig_Feuerbach, dikutip pada hari Sabtu, 26 Juni 2010 @ pukul 20.11 wib
[2] http://bungkapit21artikel.blogspot.com/2008/06/f-i-l-s-f-t.html, dikutip pada hari Sabtu, 26 Juni 2010 @ pukul 19.18 wib
Labels : wallpapers Mobile Games car body design Hot Deal
0 comments:
Post a Comment