I. PENDAHULUAN
Kata filsafat berasal dari bahasa Yunani filosofia, yang diturunkan dari kata kerja filosofoin, yang berarti: mencintai kebijaksanaan. Akan tetapi kata ini belum menampakkan hakekat filsafat yang sebenarnya.Sebab mencintai masih dapat dilakukan secara pasif saja. Padahal dalam pengertian filosofein itu terkandung gagasan, bahwa orang yang mencintai kebijaksanaan tadi, yaitu seoarang filusuf, dengan aktif berusaha mempeeroleh kebijaksanaa.[1]
Sejak periode awal, orang-oramg sufi berusaha menyingkapkan kondisi-kondisi psikologis: rasa takut dan harapan. Rasa cinta dan emos, juga baqo’ dan fana’. Mereka menganalisa tingkah laku (al-suluk) dan makrifat, dengan bertumpu pada pengalaman langsung dan pengetahuan (al-irfan).[2]
Tidak ada garis batas antara zaman modern dengan zaman Renaisans karena zaman modrn adalah perluasan dari zaman Ranaisans. Manusia maju dari zaman uap ke zaman listrik, zaman atom, electron, radio televise, roket, dan zaman luar angkasa.[3]
II. PEMBAHASAN
Memasuli abad modrn, filsafat mengalami perubahan yang cukup segnifikan bagai perkembangan peradaban mausia. Para filosof zaman modrn menegaskan bahwa pengetahuan tidak berasal dari kitab suci ataupun ajaran agama, tidak juga dari penguasa namun dari diri manusia itu sendiri.
1. Renesaissance
Zaman renesaissance adalah jembatan antara zaman pertengahan dengan zaman modrn, Periode antara sekitar 1400 dan 1600, disebut quot; renesaissance (zaman kelahiran kembali). Dalam zaman renesaiasance kebudayaan klasik dihidupkan kembali, kesusastraan, seni dan filsafat mencapai inspirasi mereka dalam warisan Yunani Romawi filosof terpenting dalam Renessain adalah NIcollo Macchivelli (1469-1527), Thomas Hobbes (158-1679), Thomas More (1478-1535) dan Francis Bacon (1561-1626).
Secarais zaman modern dimulai sejak adanya krisis zaman pertengahan selama dua abad (abad ke-14 dan ke-15), yang dimulai dengan munculnya gerakan renaissance.[4]
2. Rene Descartes
Orang yang dapat digelari “bapak filsafat modern” adalah Rene Descrates (1596-1650). Ia dilahirkan di Prancis dan belajar filsafat pada Kolese yang dipimpin Peter-peter Yesuit di desa La Fleche. Dalam buku Discours de la methode (1637) (uraian tentang metode) ia melukiskan perkembangan intelektualnya.
Metode Rene Descartes adalah agar filafat dan ilmu pengetahuan dapat diperbarui, kita terutama memerlukan satu metode yang baik yaitu dengan menyangsikan segala-galanya. IA bermaksud bahwa kesangsian ini dijalakan seradikal mungkin, oleh karenanya karenanay kesangsian ini harus meliputi seluruh pengetahuan yang kita miliki, termasuk juga kebenaran-kebenaran yang kita anggap pasti ( Misalnya ada suatu dunia material, bahwa saya mempunyai tubuh , bahwa Allah ada.) Kalau terdapat suat kebenaran yang tahan dalam kesangsian yang radikal itu, maka itulah kebenaran yang sama sekali pasti dan harus dijadikan fondamen bagi seluruh ilmu pengetahuan.
3. Rasionalisme
Aliran filsafat yang berasal dari Descartes biasanya disebut dengan rasionalisme karena aliran ini sanggat mementingkan rasio. Dalam rasio terdapat ide-ide dan dengan itu orang dapat membangun suatu ilmu pengetahuan tanpa menghiraukan realitas dluar rasio. Sebenarnya Sescartes sendiri sudah termasuk rasionalisme itu.
Dalam aliran rasionalisme terutama ada dua masalah ang dua-duanya diwariskan oleh Descartes; masalah subtabsi dan masalah hubungan antara jiwa dantubuh.
4. Blaise Pascal
Blaise Pascal (1679-1754) menduduki tempat tersendiri dalam pemikiran Prancis abad ke-17, sebagaiman Descartes, Pascal pun mengutamakan baik matematika maupun ilmu alam maupun juga filsafat. Ia tidak boleh terhitung dalam aliran rasionalisme , sebaliknya ia sangat mengkritik aliran tersebut. SEkalipun ia sepakat dengan Descartes dalam mementingkan matematika namun ia tidak setuju dalam dia menerima matematika sebagai model contoh istemewa untuk model filsafat. Filsafal Descartes harus meniru metode matematika. Dalam filsafat Pascaaal manusia dianggap sebagai “misteri”, yang tidak dapat diselami sampai dasarnya. Lebih penting dari rasio adalah hati, demikian kata Pascal. Rasio hanya menghasilkan pengetahuan yang dinggin, sedangkan hati memberikan pengetahuan diman cinta juga mempunyai peranan, dengan rasio kita mempelajari matematika dan ilmu alam, tetapi dengan hati kita mencapai kebenaran-kebenaran yang lebih tinngi, terutama tuhan Allah. Dengan kalimat yang kemudian menjadi mashur Pascal ,engatakan: “Le coeurta a ses raison que la raison ne connait point’ JIka boleh dipaksakan sedikit, dalam bahasa Indonesia Dapat diterjemahkan:”Hati mempunyai akal-akalyang tidak dipahami oleh akal”.
5. Empirisme Inngris
Bertentangan dengan rasionalisme yang mengindahkan rasio sebagai sumber utama pengenalan, maka pada masa sesudah Descertes di Inggris timbul suatu aliran lain yang dinamakan empirisme. Istilah ini berasal dari kata Yunani empiria yang berarti “pengalaman indrawi”. Empirisme memilih pengalaman sbagai sumber utama pengenalan yang dimaksudkan denganya ialah baik pengalan lahiriyah yang menyangkut dunia maupun pengalaman batiniyah yang menyangkut pengalaman pribadi manusia saja. Tidak mengherankan bahwa rasionalisme dan impirisme masing-masing mempunyai pendirian yang sangat berlainan tentang sifat pengenalan manusiawi. Rasionalisme mengatakan bahwa pengenalan yang sejati berasal dari rasio, sehingga pengenalan indrawi merupakan satu bentuk pengenalan yang kabur saja. Sebaliknya, empirisme berpendapat bahwa pengetahuan berasal dari pengalaman, sehingga pengenalan indrawi merupakan bentuk pengggenalan yang paling jelas dan sempurna. Seperti telah kita lihat pada rasionalisme di daratan Eropa, pada empirisme Iggris pun masalah subtansi ramai dibicarakan.[5]
6. Aufklarung
Pada abad ke-18 dimulaikah suatu zaman baru Roma yang memang telah berakar pada renessaicence sesrta yang mewujudkan buah pahid dari rasionalisme dan imperialisme abad ke-18 disebut zaman pencerahan Aufklarung.
Menurut Imanuel Khan zaman pencerahan adalah zaman manusia keluar dari keadaan tidak akil balik, yang disebabkan karena kesalahan manusia itu sendiri. Kesalahan itu terletak di disini, bahwa manusia tidak mau memanfaatkan akalnya. Sekarang semboyan orang adalah: “Jaman akal” Pikir!” Volltaire menyebut zaman pencerahan adalah zaman akal”. Sekarang orang merasa, bahwa zaman perwalian pemikiran manusia telah tiada lagi. Umat manusia telah merasa bebas. merdeka dan tidak memerlukan lagi tiap kuasa yang dating dari luar dirinya, dibidang apa pun. Sekarang orang dapat tanpa gangguan hidup demi keadapanya yang tanpa batas.
Memang ada perbedaaan yang cukup menyolok antara abad ke-17 dan ke-18. Abad ke-17 membatasi diri pada usaha memberikan tafsiran baru terhadap kennyataan bendawi dan ruhani, yaitu kennyataan yang mengenai manusia dunia dan Allah. Akan tetapi abad ke-18 menganggap dirinya sebagai mendapat tugas untuk meneliti secara kritis (sesuai dengan kaidah-kaidah yang diberikan akal), disegala yang ada baik dalam Negara maupun masyarakat, dibnidang ekonomi, hokum, agama, pengajaran, pengajaran dan lain sebagainya. Juga orang tidak takut menggemukakan pendapatnya dalam bentuk celaan yang kurang atau yang lebih tajam.
Bersamaan dengan rencana kerja yang berisi penghargaan dan kritik timbulah usaha untuk memperluas pengaruh filsafat. Dahulu filsafat mewujudkan suatu pemikiran yang hannya menjadi hal yang istimewa beberapa ahli saja, tetapi sekarang orang berpendapat, bahwa seluruh umat manusia berhak turut menikmati hasil-hasil ppemikiraan filsafat dan bahwa juga menjadi tugas filsafat untuk membebaskan khalayak ramai dari kuasa gereja dan iman kepercayaan yang berdasarkan wahyu, agar supaya mereka dapat mendapat bagian dari berkat-berkat zaman pencerahan.[6]
7. Imanuel Kant
Tidakboleh disangsikan bahwa Imanuel Kant (1724-1804) termasuk filsuf terbesar dalam sejarah filsafat modern. Tentang riwayat hidupnya tidak dapat dikisahkan hal-hal yang mencolok mata. Ia lahir di Konigsberg, sebuah kota kecil di Prusia Timur. Dalam universitas di asalnya ia menekuni hampir semua mata pelajaran yang diberikan dan akhirnya menjadi professor di sana. Dalam bidaaang filsafat, Kant dididik dalam suasana arasionalisme yang pada waktu iti merajalela di universitas-univrtsitas di Jerman. Kant tidak kawin dan selalu hidup tertib, sehingga mdapat mencurahkan seluruh waktu dan tenaga kepada karya-karya filosofnya.
Kehidupan Kant sebagai filsuf dapat dibagi menjadi dua periode: jaman pra kritis dan jaman kritis. Dalam jaman pra kritis ia ia menganut pendirian rasionalisme yang dilancarkan oleh Wolf dan kawan-kawanya, tetapi karena telah dipengaruhi oleh Hume, Berangsur-angsur Kant meninggalkan rasionalisme. Ia sendiri mengatakan bahwa Hume-lah yang telah membangunkan dia dari tidur dogmatisnya. Ynag menyusul adalah jaman kritis. Dan justru dalam jaman ke dua inilah Kant mengubah wajahg filsafat secara radikal. Kant sendiri menamakan filsafatnya sebagai kritisisme dan ia menentangkan kritisisme dengan dogmatisme. Menurut dia kritisisme adalah filsafat yang memulai perjalananya dengan terlebih dulu mennyelidiki kemampuan dan batas-batas rasio. Kant mendahukuinya dengan tergolong dogmatisme, karena mereka percaya mentah-mentah kepaa kemapuan rasio tanpa menyelidiki terlebih dulu.
8. Idealisme Jerman
Tugas ahli sejarah filsafat menjadi semakin berat, jika ingin meluliskan perkembangan filsafat setelah Kant, banyak aliran dan system muncul. Yang masing-masing mempunyai beraneka ragam nuansa pada filosuf-filosuf di dalamnya. Maka dari itu dengan lebih ketat kita harus membatasi dari pada garis besarnya saja
Revolusi Kopernikan yang telah diadakan oleh Kant memusatkan subyek dalam proses pengenalan, tetapi ia menerima juga adalah obyek belaka yaitu “das Ding-an –sicch” (realitas pada dirinya). Pada idealis dalam hal ini tidak sepakat dengan Kant dan mereka menyangkal adanya “das Ding-an –sicch”. Menurut pendapat mereka, Kant datuh pada kontradiksi dengan mempertahankan “das Ding-an –sicch”. Apa sebabnya? Karena rupa-rupanya buat Kant “das Ding-an –sicch” menyebabkan dalam diri kita Pengindraan-pengindraan dan akibatnya berfungsi sebagai pennyebab. Dan menurut Kant sendiri penyebab merupakan salah satu katagori akal budi dan akibatnya tidak boleh disifatkan pada “das Ding-an –sicch”. Karena alas an-alasan serupa para idealis mengesampingkan “das Ding-an –sicch”. Menurut pendapt mereka tidak ada suatu realitas yang obyektif belaka. Realitas seutuhnya bersifatsubyektif. Realitas seluruhnya merupakan buah hasil suatu subyek. Yang dimaksud di sini dengan subyek bukanlah subyek peroarangan tertentu (anda atau aku) melainkan subyek absolut atau, dipandang dari sudut agama, Allah.
9. Positivisme
Nama positivisme diintroduksikan A.Comte dalam perbendaharan kata filosofis. Barang tentu, nama ini berasal dari kata “Positif “. Di sini “Positif” sama artinya dengan factual (apa yang berdasarkan fakta-fakta). Menurut positivisme pengetahuan kita tidak boleh melebihi fakta-fakta. Sudah nyata kiranya dengan demikian ilmu pengetahan empiris diangkat menjadi contoh istimewa dalam bidang pengetahuan pada umumnya. Filsafat juga harus menteladan contoh itu. Oleh karenanya tidak mengherankan, bila positifisme menolak cabang filsafat yang biasanya disebut merafisika. Menanyakan “Hakikat” benda-benda atau “Pennyebab yang sebenarnya”, bagi positivisme tidak mempunyai arti apa pun juga. Ilmu pengetahuan, termasuk juga filsafat, hannya mennyelidiki fakta-fakta. Tugas khusus filsafat adalah mengkoordinasikan ilmu-ilmu lain dan memperlihatkan kesatuan antara begitu banyak ilmudan beraneka ragam coraknya. Tentu saja maksud dari positivisme bersangkut aput deengan apa yang telah dicita-citakan oleh empirisme. Positifvisme jugamengutamakan pengalaman. Tetapi harus ditambah bahwa positivisme membatasi pada pengalaman obyektif saja, sedangkan empirisme Inggris, seperti telah diuraikan di atas, menerima juga pengalaman batiniyah atau subyektif sebagai sumber pengetahuan.
10. Matrialisme
Perbedaan marerialisme dengan positivme dapat diterangkan sebagai berikut. Di atas sudah diuraikan bahwa positivisme membatasi dari pada fakta-fakta. Yang ditolaknya ialah tiap-tiap keterangan yang melampaui fakta-fakta. Karena alas an itulah salam rangka positivisme tidak ada tempat untuk metafisika. Materialisme mengatakan bahwa realitas seluruhnya terdiri dari materi. Itu berarti bahwa tiap-tiap benda atau kejadian dapat dijabarkan kepada materiatau salah satu proses materiil. Kiranya sudah jelas bahwa materialisme mengakui kemungkinan metafisika, karena materialisme sendiri brerdasarkan metafisika.
11. Soren Kierkegaard
Suatu reaksi atas idealisme yang sama sekali berlainan dengan reaksi materialisme berasal dari pemikir Denmarkk yang bernama Soren Kierkegaasd (1813-1855). Riwayat hidupnya bersifat dramatis, bukan karena banyak peristiwa yang mencolok mata, melainkan tekanan psikologis yang disebabkan oleh hubugannya dengan ayanhnya dan pergumpulanya dengan imam kepercayaan kristiani. Agar diperoleh suatu pengetahuan lebih mendalam tentan pemikran Kierkegaard, pasti diperlukan juga suatu penelitian yang lebih teliti mengenai hidupnya, sebab dia adalah seorang pemikir yang hidupnya mempunyai hubungan erat dengan pikiranya. Menurut pendapat Kierkegaard filsafat tidak merupakan suatu sistem, melainkan pengekpresian suatu eksistensi individual, karerna ia menentang filsafat yang bersifat sistematis, dapat dimengerti sedikit tentang ia menulis karya-karyanya dengan berbagai nama samaran. Dengan berbuat demikian ia coba menghindari bahwa buku-bukunya dianggap sebagai fase-fase perkembanggan yang menganut pemikiran yang sama. Karena ia menggunakan nama-nam samaran, menjadi mungkin di dalam buku yang satu ia menyerang pendapat-pendapat yang lebih dahulu diuraikan dalam buku-buku terdahulu. Tentu saja prosedur ini mengakibatkan banyak kesulitan bagi setiap orang yang ingin mempelajari pemikiran Kierkegaard dengan cara yang lebih sistematis.
12. Friedrich Nietzsche
Seorang filusuf Jerman yang mempunyai kedudukan tersendiri dalam sejarah filsafat abad 19 adalah Friedrich Nietzsche (1844-1900). Ia tidak dapat digolongkan daalm salah satu aliran yang memainkan peranan pada waktu itu. Ia dilahirkan di Rocken kota Laipzig. Karena ia lahir sebagai anak seorang pendeta Protestan, dapat dimengerti bahwa ia dididik secarareligius. Pada tahun 1864 ia masuk universitas Bonn dengan maksud mempelajari teologi dan kesustraan klasik (Yunani dan Romawi). Tidak lama kemudian ia pindah ke Leipzig untuk meneruskan setudinya mengenai filosofis klasik. Karena itu dia sudah meninggalkan iman kristiani. Suatu peristiwa yang sangat penting suatu ia menjadi mahasiswa adalah perkenalan dengan karya-karya Schopenheauer, yang kebetulan ditemi\ui dalam satu tempat penjualan buku bekas. Nierzche juga sangat mengagumi juga sangat mengagumi komponis Jerman yang bernama Richard Wagner (1813-1883) dan beberapa waktu lamanya ia bersahabat akrab dengan dia. Tidak dapat disangkal bahwa ia sendiri juga mempunyai bakat besar dalam bidang musik. Pada nierzche berumur 24 tahun, ia sudah diangkat menjadi professor dalam bidang Filologi klasik pada universitas di Basel (swis).
Sulit sekali untuk menyingkatkan pemikiran Nietzsche. Ia tidak pernah menguraikan filsafatnya secara sistematis. Satu-satunya cara yang direncanakan oleh Nietzsche untuk membentangkan filsafatnya dalam bentuk sistematis, tidak pernah diselesaikan. Menurut Nietzsche karyanya akan terdiri dari empat jilid dan berjudul Die Wille Zur Macht. Eine Umwertung Aller Werte (Kehendak untuk berkuasa. Suatu transvaluasi semua nilai). Tetapi yang ditemukan sesudah Nietzsche meninggal hanyalah catatan-catatan yang tidak mudah kirangkai menjadi uraian sistematis. Diantara banyak buku yang dikarang Nietzsche ada yang berbentuk puitis juga ada yang berupa pepatah.[7]
III. PENUTUP
Demikaianlajh makalah yang dapat saya sampaikan. Semoga dapat menambah pengetahuan mengenai sejarah filsafat, saya manusia biasa yang tak bias terhindar dari salah, maka saya harapkansaran dan kritik serta masukan demi kemajuan kita bersana.
Daftar Pustaka
Ø Hadiwijono, Harun, Sari Sejarah Filsafat Barat ,(Yogjakarta: Kanisius 1980).
Ø Bertens, K, Ringkasan Sejarah Filsafat,( Yogyakarta:Kanisius, 1998).
Ø Hadiwijono, Harun, Sari Sejarah Filsafat Barat1, (Yogjakarta: Kanisius 1980).
Ø Madkour, Ibrahim, Aliran Dan Teori Filsafat Islam, (Jakarta: Bumi Aksara 2004).
Ø Bakhtiar Amsal, filsafat ilmu, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005).
Ø Solihin, M, Filsafat dari Klasik Hingga Modern, (Bandung: Pustaka Setia, 2006).
[1] Harun Hadi Wijono, Sari Sejarah Filsafat Barat1, Yogjakarta: Kanisius 1980, hlm 7
[2] Ibrahim Madkour, Aliran Dan Teori Filsafat Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2004, hlm 2
[3] Amsal Bakhtiar, filsafat ilmu, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005, hlm39
[4] M Solihin, Filsafat dari Klasik Hingga Modern, Bandng: Pustaka Setia, 2006, hlm 27
[5] K Bertens, Ringkasan Sejarah Filsafat, Yogyakarta:Kanisius, 1998, hlm 45-50
[6] Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat t,Yogjakarta: Kanisius 1980, hlm 47
[7] Op. cit. hlm 59-86
Labels : wallpapers Mobile Games car body design Hot Deal