Suka Filsafat? Masuk Kemari

MAU DOLAR GRATIS? masuk sini

9APP

9app

Category: 0 comments

GONG PERDAMAIAN DUNIA ATAU WORLD PEACE


 Presiden SBY, Rabu (25/11) pagi, meresmikan Monumen Gong Perdamaian Dunia di Taman Pelita Ambon, Maluku. Gong ini pertama kali dipukul oleh Presiden dan Wapres RI di Bali, 31 Desember 2002 silam. Setelah itu, gong diarak keliling dunia untuk menggemakan pesan persaudaraan dan perdamaian. Setelah singgah di 34 negara, akhirnya gong tersebut ditempatkan dalam monumen untuk memperingati puncak Hari Perdamaian Dunia 2009.
Dalam sambutannya, Presiden SBY mengatakan pembangunan monumen Gong Perdamaian di Ambon ini bukan tanpa alasan. "Masyarakat Maluku pasti bersyukur karena konflik komunal yang merebak 10 tahun yang lalu telah berakhir, karena kuasa Tuhan, dan karena tekad yang membaja dari saudara semua. Masyarakat Maluku tentu juga bangga karena Gong Perdamaian Dunia kini terpasang di tanah Maluku bersama-sama dengan 34 tempat di seluruh dunia," ujar SBY. (mit)

 
Namun perlu diketahui bersama bahwa Gong Perdamain Dunia paling awal (yang asli) berasal dari Desa Plajan Kecamatan Pakis Aji, Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa Tengah. Gong sakral ini telah berusia 450 tahun dan dijaga oleh ibu Musrini sebagai pewaris milik gong generasi ketujuh, yang bertempat tinggal di Desa Plajan di lereng Barat Gunung Muria. Gong ini dibuat oleh seorang wali yang berasal dari kerajaan Demak, Sunan Kalijaga, dan digunakan sebagai sarana dakwah dalam mengajarkan agama Islam ke daerah pegunungan yang pada waktu itu masyarakatnya masih menganut kepercayaan animisme.
Selanjutnya Gong Perdamaian Dunia atau World Peace Gong dibuat pada akhir tahun 2002 yaitu pasca ‘Bom Bali-1’ oleh Djuyoto Suntani (Presiden Komite Perdamaian Dunia), putra daerah Jepara, bersama Gde Sumarjaya Linggih (anggota DPRRI), dan beberapa tokoh nasional lain seperti Esy Darmadi, Lius Sungkharisma. Berkat dukungan bapak Susilo Bambang Yudhoyono (Menkopolkan RI waktu itu), gong ini ditabuh untuk pertama kalinya oleh Presiden dan Wakil Presiden RI di Bali pada tanggal 31 Desember 2002, tepat pukul 00.00 WITA di hadapan seluruh tokoh bangsa untuk mencanangkan “Tuhan 2003 sebagai tuhan perdamaian Indonesia”.
Gong Perdamaian Dunia dibunyikan untuk yang kedua kalinya oleh Sekjen PBB di Geneva (Eropa) pada 5 Februari 2003 untuk membuka acara “Second Global Summit on World Peace” yang diikuti oleh para tokoh dunia dari 179 negara.
Selanjutnya, Gong perdamaian Dunia kembali dibunyikan untuk yang ketiga kalinya oleh Presiden RI pada tanggal 14 April 2003 untuk membuka acara “PATA Conference” yang ke -52 di Bali.
Lalu Gong besar ini kembali dibunyikan untuk yang keempat kalinya oleh Presiden RI di kota Magelang (Jawa Tengah) pada tanggal 14 Juni 2003 untuk membuka acara “Borobudur Internasional Festival”. Selanjutnya, gong ini dibawa berkeliling dunia guna menggemakan pesan mulia tentang pentingnya perdamaian bagi seluruh umat manusia di muka bumi.
Gong Perdamaian Dunia adalah satu-satunya sarana persaudaraan dan pemersatu umat manusia di planet ini. Dengan adanya Gong Perdamaian Dunia, diharapkan seluruh umat manusia dapat disatukan tanpa mengenal perbedaan ras, suku, bangsa, idiologi, agama ataupun sekat-sekat pemisah lainya. Untuk itu umat manusia diharapkan hanya mengenal satu kesatuan yang utuh dengan mengatas namakan satu keluarga yang tidak lain yaitu ”Keluarga Bumi”
Gong Perdamaian Dunia memiliki banyak simbol yang memiliki makna tersendiri yang dapat mengontrol atau mengakomodir aspirasi dan kepentingan umat manusia. Pada lingkaran tengahnya terdapat tulisan “World Peace Gong”, gambar bunga, serta tulisan dalam bahasa Indonesia ‘Gong Perdamaian Dunia’
Tulisan dan bunga merupakan peneguhan identitas jati diri Gong Perdamaian. Bahasa inggris ditampilkan karena merupakan bahasa komunikasi internasional. Sedangkan bahasa Indonesia dimunculkan untuk menegaskan bahwa sarana agung ini berhasil dari Indonesia. Sementara gambar bunga digunakan karena bunga merupakan lambang keindahan, kebahagian serta perdamaian.




AKU ADALAH AKU


"Aku adalah Aku"
itu yang dikatakan-Nya kepada Musa AS. haruskah aku mengatakan salah atas apa yang ada

Aku sedang ingin berjalan di jalan setapak ini. Ingin kunikmati keterasingan hidup.
Tatkala ada yang menegurku, agar langkah ini tidak harus sesuai dengan keinginanku, aku marah. Kukatakan, ini seni dan filsafat hidup, mengapa kalian menghalangi jalanku.

Jika kalian punya pendirian yang teguh, coba cari jalan lain untuk menghalangi jalanku. Maka kita saling debat memperebutkan keakuan kita. Kau susun baris demi baris alasan pembenaran, akupun juga. Hingga tak pernah ada titik temu. Akhirnya aku mencoba jalan terus dan engkaupun juga.

Akulah si benar, tak perduli engkaupun benar juga.

Dalam otakku kebenaran ini harus bisa kutunjukkan padamu. Biarlah engkau melihat bahwa aku ini si benar. Hingga ketika kau dan aku berseteru dan aku dalam posisi kalah. Ego ini meradang. Kenapa kau tidak mau mengerti tentang aku?

Kamulah yang harus membaca pikiranku, bukan aku yang harus membaca pikiranmu. Kejadian ini terus berulang, ketika musuhku sudah menyerah, timbul musuh baru. Mati satu tumbuh seribu. Ah kalian orang bodoh, mengapa tak bisa memahami jalan pikiranku. Jalanku ini adalah jalan kebeneran. Sedang jalanmu adalah jalan terselubung.

Kamu harus membuka selubung itu untuk memahami jalan kebenaranku.

Ah kaupun tak faham, masih terus mendebat pikiranku. Jika kamu masih tidak memahami pola pikirku, pergilah dari hadapanku. Buka wawasanmu dan daya pikirmu sebelum kamu berdebat denganku. Kamu masih terdoktrin oleh guru-guru kalian yang ortodoks. Tanggalkan itu dahulu, mereka hanya pandai membahas kulitnya saja. Sedang aku si pemikir hakikat, engkau pemikir syariat.

Sepertinya kita tidak dalam level yang sama.

Hingga ketika, seorang berkata padaku
Apakah luasnya pemikiranmu yang akan membawa kebahagiaan?’
Akupun terdiam.
Kalian katakan bahwa pemikiranmu itu mencerahkan. Apakah yang mencerahkannya, mana bentuk pencerahannya? Pencerahan untuk siapa? Apakah untuk kalian-kalian pemikir? Atau untuk kami-kami yang ada dibalik gubuk bambu. Jangan mengakui sesuatu untuk pembenaran keakuanmu. Diapun melanjutkan perkataannya.

Ingat, ada seorang badui yang bertanya. Jalan manakah yang harus kutempuh agar aku bahagia?
Lakukanlah perintah yang lima itu, maka kau akan bahagia, ujar Sang Penyampai.
Aku percaya kepadamu. Aku tak akan mengurangi dan melebihinya, ucap si Badui.
Ya, kamu akan bahagia. Pasti

wahai Sang Aku. Jika kamu masih bermain-main dengan keakuanmu, berarti kau adalah Sang Aku. Jubah yang tidak patut kau sandangkan untuk hati, pikiran dan nafsumu.

Namun, apapun itu...inilah aku.

Cinta...?!!

Semua Tentang 'Rasa'
Rasa selalu merasa pun terasa meski tak dirasa
Sama saja
Tak peduli
Kau perlu peduli
Taruh hati dalam jantung
Buang jantung dalam paru
Bakar paru dalam jantung
Kubur jantung dalam hati
Tak perlu dimengerti,
definisi hanya ‘kan membatasi
hanya perlu dinikmati

TARBIYAH, TA’LIM DAN TA’DIB DALAM AL QUR’AN DAN AS SUNNAH

TARBIYAH, TA’LIM DAN TA’DIB DALAM AL QUR’AN
DAN AS SUNNAH


I.       PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan hal yang sangat strategis dalam membangun sebuah peradaban, khususnya peradaban yang Islami. Bahkan, ayat pertama[1] diturunkan oleh Allah sangat berhubungan dengan pendidikan. Proses dakwah Rasulullahpun dalam menyebarkan Islam dan membangun peradaban tidak lepas dari pendidikan Rasul terhadap para sahabat. Dimulai dari sebuah rumah kecil “Darul Arqom” sampai membentang ke seberang benua. Diawali beberapa sahabat sampai tersebar ke jutaan umat manusia di penjuru dunia. Sebuah proses yang pernah menorehkan sejarah peradaban yang membanggakan bagi umat Islam, Madinah Al Munawarah. Sejarahpun mencatat banyak Negara yang memperkokoh bangsanya ataupun bisa segera bangkit dari keterpurukan dengan upaya membangun pendidikan. Wajar, karena dari pendidikanlah lahir sebuah generasi yang diharapkan mampu membangun peradaban tersebut. Hal tersebut mengisyaratkan bahwa kemajuan pendidikan akan menjadi salah satu pengaruh kuat terhadap kemajuan atau kegemilangan sebuah peradaban.
Namun, konsep atau teori pendidikan mengalami sebuah perdebatan hangat bagi para pakar atau ilmuwan. Peran pendidikan yang semakin disadari pentingnya dalam melahirkan sebuah generasi tidaklah cukup tanpa disertai oleh konsep yang benar. Apabila kita menerima teori ilmiah empiris sebagai sebuah paradigma dalam teori pendidikan, maka disadari atau tidak berarti kita telah meninggalkan hal-hal yang bersifat metafisis dalam Al Qur’an dan Sunnah. Metode ilmiah dalam membangun sebuah teori harus dapat diamati oleh panca indera. Sebuah teori yang belum bisa dibuktikan secara empiris tidak bisa dijadikan dasar dalam menyusun sebuah teori termasuk didalamnya teori pendidikan. Padahal, Al Qur’an yang diwahyukan melalui Nabi Muhammad SAW, dari masa ke masa selalu berkembang pembuktian terhadap mukjizat Ilmiahnya, mulai dari masa lampau sampai masa yang akan datang. Menyesuaikan dengan kemampuan manusia dalam membaca mukjizat tersebut[2]. Dalam Surat Al-An’am ayat 38:
$tBur `ÏB 7p­/!#yŠ Îû ÇÚöF{$# Ÿwur 9ŽÈµ¯»sÛ çŽÏÜtƒ Ïmøym$oYpg¿2 HwÎ) íNtBé& Nä3ä9$sVøBr& 4 $¨B $uZôÛ§sù Îû É=»tGÅ3ø9$# `ÏB &äóÓx« 4 ¢OèO 4n<Î) öNÍkÍh5u šcrçŽ|³øtä ÇÌÑÈ
“Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat (juga) seperti kamu. tiadalah kami alpakan sesuatupun dalam Al-Kitab[472], Kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan.”
[472]  sebahagian Mufassirin menafsirkan Al-Kitab itu dengan Lauhul mahfudz dengan arti bahwa nasib semua makhluk itu sudah dituliskan (ditetapkan) dalam Lauhul mahfudz. dan ada pula yang menafsirkannya dengan Al-Quran dengan arti: dalam Al-Quran itu Telah ada pokok-pokok agama, norma-norma, hukum-hukum, hikmah-hikmah dan pimpinan untuk kebahagiaan manusia di dunia dan akhirat, dan kebahagiaan makhluk pada umumnya.
Ditegaskan juga dalam ayat lain, yaitu surat An Nahl ayat 89
tPöqtƒur ß]yèö7tR Îû Èe@ä. 7p¨Bé& #´Îgx© OÎgøŠn=tæ ô`ÏiB öNÍkŦàÿRr& ( $uZø¤Å_ur šÎ/ #´Íky­ 4n?tã ÏäIwàs¯»yd 4 $uZø9¨tRur šøn=tã |=»tGÅ3ø9$# $YZ»uö;Ï? Èe@ä3Ïj9 &äóÓx« Yèdur ZpyJômuur 3uŽô³ç0ur tûüÏJÎ=ó¡ßJù=Ï9 ÇÑÒÈ
Artinya:
“(dan ingatlah) akan hari (ketika) kami bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri dan kami datangkan kamu (Muhammad) menjadi saksi atas seluruh umat manusia. dan kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.”

Untuk itu menjadi hal yang sangat penting dan mendasar bagi para muslim untuk memahami konsep pendidikan menurut Al Qur’an dan Al Sunnah. Konsep dasar yang perlu untuk dikaji berawal dari definisi atau pengertian pendidikan yang disandarkan pada Al Qur’an dan As Sunnah[3].

II.    POKOK PEMBAHASAN
Dari beberapa persoalan di atas maka dapat kami rumuskan dalam pokok pembahasan sebagaiberikut:
  1. Bagaimana Pendidikan Dalam Pandangan AlQur’an dan As Sunnah?
    1. Apakah Pengertian Tarbiyah?
    2. Apakah Pengertian Ta’lim?
    3. Apakah Pengertian Ta’dib?
  2. Seperti Apakah Perbedaan Antara Konsep Ta’lim’, Ta’dib dan Tarbiyah?
  3. Bagaimanakah Perbandingan Antara Konsep Ta’lim’, Ta’dib dan Tarbiyah?

III. PEMBAHASAN
  1. Pendidikan Dalam Pandangan AlQur’an dan As Sunnah
Sangat penting jika di awal kita memastikan pengertian pendidikan yang didasarkan pada Al Qur’an dan As Sunnah. Karena berangkat dari pengertian inilah akan menjadikan pondasi yang akan menyangkut konsep bangunan pendidikan itu sendiri. Istilahpun akan memberikan pemahaman yang utuh, mengingat istilah tidaklah bebas nilai akan tetapi sarat akan nilai-nilai yang mengikutinya. Dalam hal pendidikan, bersandar pada Al Qur’an dan Hadith dikenal beberapa istilah yang dianggap mewakili pengertian tersebut. Hal ini disebabkan istilah pendidikan tidak disebutkan secara langsung dalam Al Qur’an dan Al Hadith. Sebenarnya, banyak istilah yang dianggap mendekati makna pendidikan, diantaranya Al Tansyi’ah, al Islah, Al Ta’dib atau al Adab, Al Tahzib, Al Tahir, Al Tazkiyyah, Al Ta’lim, Al Siyasah, Al Nash wa Al Irsyad dan al Akhlaq bahkan sumber lain menambahkan dengan istilah at Tabyin dan at Tadris[4]. Namun, dalam persidangan dunia pertama mengenai pendidikan islam pada tahun 1977, menegaskan bahwa pendidikan didefinisikan sebagai Al Tarbiyah, Al Ta’lim dan Al Ta’dib secara bersama-sama.
a.      Ta’lim
Secara bahasa berarti pengajaran (masdar dari ‘alama-yu’alimu-ta’liman), secara istilah berarti pengajaran yang bersifat pemberian atau penyampian pengertian, pengetahuan dan ketrampilan. Menurut Abdul Fattah Jalal, ta’lim merupakan proses pemberian pengatahuan, pemahaman, pengertian, tanggung jawab, sehingga diri manusia itu menjadi suci atau bersih dari segala kotoran sehingga siap menerima hikmah dan mampu mempelajari hal-hal yang bermanfaat bagi dirinya ( ketrampilan). Mengacu pada definisi ini, ta’lim, berarti adalah usaha terus menerus manusia sejak lahir hingga mati untuk menuju dari posisi ‘tidak tahu’ ke posisi ‘tahu’ seperti yang digambarkan dalam surat An Nahl ayat 78,
!$#ur Nä3y_t÷zr& .`ÏiB ÈbqäÜç/ öNä3ÏF»yg¨Bé& Ÿw šcqßJn=÷ès? $\«øx© Ÿ@yèy_ur ãNä3s9 yìôJ¡¡9$# t»|Áö/F{$#ur noyÏ«øùF{$#ur   öNä3ª=yès9 šcrãä3ô±s? ÇÐÑÈ
dan Allah mengeluarkan dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu apapun, dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati agar kamu bersyukur”.
Sedangkan penggunaan ‘allama juga didapatkan pada hadith,[5] Rasulullah bersabda,
“Barang siapa yang mengajarkan suatu ilmu maka dia memperoleh pahala orang yang mengamalkannya”
Dalam hadits[6] lain Rasulullah bersabda,
“Di antara amal dan kebaikan yang menyusul seseorang sesudah matinya adalah: ilmu yang dia ajarkan dan sebarluaskan, …”
Sa’ad bin Abu Waqqash r.a berkata:
كُـنَّا نُعَـلِّمُ أَوْلاَدَنَا مَغـَازِىْ رَسُوْلِ اللهِ صَـلىَّ اللهُ عَلَيـْهِ وَسَـلَّمَ كَمَـا نُعَلِّمُـهُمُ السُّـوْرَةَ مِـنَ الْقُـرْآنِ
Kami mengajar anak-anak kami riwayat hidup Rasulullah SAW. seperti kami mengajarkan satu surat dari Al Qur’an”
b.      Ta’dib
Merupakan bentuk masdar dari kata addaba-yuaddibu-ta’diban, yang berarti mengajarkan sopan santun. Sedangkan menurut istilah ta’dib diartikan sebagai proses mendidik yang di fokuskan kepada pembinaan dan penyempurnaan akhlak atau budi pekerti pelajar.
Ta’dib sebagai istilah yang paling mewakili dari makna pendidikan berdasarkan Al Qur’an dan Al Hadith dikemukakan oleh Syed Naquib Al Attas[7] Al Attas memaknai pendidikan dari hadith,
أَدَّبَنِى رَبِّى اَحْسَنَ تَأْدِِيْـبِى
Tuhanku (Allah) telah mendidikku dengan pendidikan yang terbaik
Selanjutnya Al Attas menyampaikan[8]
”Dalam pendefinisian kita tentang ’makna’, kita katakan bahwa ’makna’ adalah pengenalan tempat segala sesuatu dalam sebuah sistem. Karena pengetahuan terdiri dari sampainya, baik dalam arti hushul dan wushul, makna di dalam dan oleh jiwa, maka kita definisikan ’pengetahuan’ sebagai pengenalan tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu di dalam penciptaan sedemikian rupa, sehingga hal ini membawa kepada pengenalan tentang tempat yang tepat dari Tuhan dalam tatanan wujud dan keperiadaan. Agar pengetahuan bisa dijadikan ’pengetahuan’, kita masukkan unsur dasar pengakuan di dalam pengenalan, dan kita definisikan kandungan pendidikan ini sebagai pengenalan dan pengakuan tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu di dalam keteraturan penciptaan sedemikian rupa, sehingga hal ini membimbing ke arah pengenalan dan pengakuan tempat-tempat Tuhan yang tepat dalam tatanan wujud dan kepriadaan. Kemudian kita definisikan pendidikan, termasuk pula proses pendidikan, sebagai pengenalan dan pengakuan yang secara berangsur-angsur ditanamkan dalam manusia tentang tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan sedemikian rupa, ini membimbing ke arah pengenalan dan pengakuan tempat Tuhan yang tepat di dalam tatanan wujud dan keperiadaan.”
Hadith tersebut memperjelas bahwa sumber utama pendidikan adalah Allah. Sehingga pendidikan yang beliau peroleh adalah sebaik-baik pendidikan. Dengan demikian dalam pendangan filsafat pendidikan Islam. Rasulullah merupakan pendidik utama yang harus dijadikan teladan[9]
Menurut Sayed Muhammad An-Nuquib Al-Attas, kata ta’dib adalah pengenalan dan pengakuan yang secara berangsur-angsur ditanamkan kepada manusia tentang tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu dalam tatanan penciptaan sedemikian rupa, sehingga membimbing ke arah pengenalan dan pengakuan kekuasaan dan keagungan Tuhan dalam tatanan wujud keberadaan-Nya. Definisi ini, ta’dib mencakup unsur-unsur pengetahuan (ilmu), pengajaran (ta’lim), pengasuhan (tarbiyah). Oleh sebab itu menurut Sayed An-Nuquib Al Attas, tidak perlu mengacu pada konsep pendidikan dalam Islam sebagai tarbiyah, ta’lim, dan ta’dib sekaligus. Karena ta’dib adalah istilah yang paling tepat dan cermat untuk menunjukkan dalam arti Islam.
c.       Tarbiyah
Tarbiyyah merupakan salah satu konsep pendidikan Islam yang penting. Perkataan “tarbiyyah” berasal dari bahasa Arab yang dipetik dari fi’il (kata kerja) seperti berikut :
1)      Rabba, yarbu yang berarti tumbuh, bertambah, berkembang.
2)      Rabbi, yarba yang berarti tumbuh menjadi lebih besar, menjadi lebih dewasa
3)      Rabba, yarubbu yang berarti memperbaiki, mengatur, mengurus dan mendidik, menguasai dan memimpin, menjaga dan memelihara
Melalui pengertian tersebut, konsep tarbiyyah merupakan proses mendidik manusia dengan tujuan untuk memperbaiki kehidupan manusia ke arah yang lebih sempurna. Ia bukan saja dilihat proses mendidik saja tetapi merangkumi proses mengurus dan mengatur supaya perjalanan kehidupan berjalan dengan lancar.
Berdasarkan penafsiran pada surat Al Fatihah ayat 2,
ßôJysø9$# ¬! Å_Uu šúüÏJn=»yèø9$# ÇËÈ
Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam” .
Terdapat penafsiran terhadap ayat tersebut yaitu Allah itu Pendidik semesta alam tak ada suatu juga dari makhluk Allah itu terjauh dari didikan-Nya. Allah mendidik makhluk-Nya dengan seluas arti kata itu. Sebagai pendidik, Dia menumbuhkan, menjaga, memberikan daya (tenaga) dan senjata kepada makhluk itu guna kesempurnaan hidupnya masing-masing.
 Selain daripada Allah sebagai Pendidik, manusia juga boleh menjadi pendidik berdasarkan firman Allah
“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua Telah mendidik Aku waktu kecil”.
Walaupun ayat ini dalam beberapa tafsir banyak menitikberatkan pembahasan pada kewajiban anak terhadap orang tua, namun kata “Rabba” yang diartikan mendidik memberikan pembentukan istilah darinya yaitu tarbiyyah yang berarti diartikan sebagai pendidikan.
Kata Al Rabb juga berasal dari kata tarbiyyah yang berarti mengantarkan sesuatu kepada kesempurnaan dengan bertahap atau membuat sesuatu untuk mencapai kesempurnaannya secara bertahap
Di dalam Al Qur’an, kata rabba diartikan mengasuh seperti pada surat Al Syu’ara, ayat 18t